Gunakan Pranata Hukum Nasional Untuk Selesaikan Kasus ”Kasepekang”

Gunakan Pranata Hukum Nasional Untuk Selesaikan Kasus ”Kasepekang”
📷: Pengamat Hukum Adat yang juga Praktisi Hukum I Made Somya Putra, S.H., M.H.,

Gunakan Pranata Hukum Nasional Untuk Selesaikan Kasus ”Kasepekang”

Catatan I Made Somya Putra, S.H., M.H.,

FORUMKEADILANBali.com – Kesepekang menjadi bahan permasalahan yang terjadi secara berulang-ulang sejatinya harus diselesaikan dengan pranata hukum yang ada dan mengikat seiring jenis pelanggaran di masyarakat.

Dewasa ini asal Pidana adat kesepekang berkembang, tidak hanya diawali masalah kredit, tetapi masalah ayah-ayahan dan upacara. Bahkan terjadi pada sengketa permasalahan tanah berujung kasepekang. Banyak problem sengketa berujung pada tindakan atas nama adat, bahkan mengarah pada sikap suka atau tidak suka antar kelompok. Kasepekang dari suatu masyarakat adat semuanya terjadi diakibatkan penerapan hukum tidak responsif terhadap keadaan dan perkembangan hukum dan zaman.

Hal tersebut diungkapkan Pengamat Hukum Adat yang juga Praktisi Hukum I Made Somya Putra, S.H., M.H., terkait fenomena yang terjadi kasepekang selama ini, termasuk di Banjar Adat Sental Kangin, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung masih berlanjut. Warga yang disanksi adat kasepekang (dikucilkan) dari banjar adat akhirnya diungsikan ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Klungkung terletak di Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan.

Diluar masalah itu, Somya mencontohkan banyak hal terkait kasepekang, tidak hanya diawali masalah kredit, tetapi juga masalah ayah-ayahan dan upacara perkembangannya terjadi diawali dengan sengketa permasalahan tanah. Banyak problem sengketa berujung pada tindakan atas nama adat yaitu kasepekang dari suatu masyarakat adat semua terjadi karena penerapan hukum tidak responsif atau sudah tidak relevan terhadap keadaan hukum dan zaman.

Baca Juga :  Kakanwil Kemenkum Bali Lantik Delapan Pejabat Fungsional dan Satu Notaris Pengganti

’’Semuanya terjadi karena penerapan hukum kita tidak responsif terhadap kemajuan perkembangan hukum dan zaman. Seharusnya kasepekang terjadi karena hutang piutang masuk ke ranah keperdataan. Kalau permasalahan menyangkut LPD bisa masuk ke perbankan. Demikian juga halnya dengan sengketa pertanahan masuk ke ranah keperdataan tidak lagi mengambil penyelesaian hukum adat,” kata Somya Putra.

Somya Putra menyampaikan terkait masalah perebutan jabatan prajuru adat atau bendesa adat malah mengarah pada urusan like and dislike sebaiknya tidak lagi diarahkan kasepekang ini. Perumusan kasepekang itu dapat diterapkan ketika melanggar secara sekala dan niskala tidak mampu dilakukan pembinaan lagi. Jadi orang yang kasepekang itu harus benar-benar melanggar keseimbangan atau tidak lagi seimbang dalam keadaan sekala dan niskala dan sudah tidak bisa dibina lagi. Caranya diselesaikan melalui mekanisme tidak hanya secara adat dan juga pembinaan hukum nasional sehingga dapat dipilah-pilah dengan menggunakan pranata hukum yang ada saat ini.

Somya Putra mengungkapkan sebaiknya menggunakan hukum perbankan bila terkait LPD, Gunakan hukum perdata dan mekanisme peradilan bilamana terkait sengketa pertanahan. Tidak perlu memakai upaya suka dan tidak suka atau briak siu dipakai dalam pemutusan suatu sengketa. Kasepekang akan selalu membuat polemik bahkan justru mengganggu dan mengguncang keseimbangan sekala dan niskala jika diterapkan pada saat sekarang. Namun sebaiknya, pranata-pranata hukum yang sudah disediakan oleh negara maka itulah harus digunakan.

Menurutnya itu bisa dimungkinkan karena beberapa hal perubahan hukum adat bisa, misalnya dahulu terkait satya yang digunakan, tetapi tidak bisa diterapkan dan akhirnya dihapus. ”Bagi saya, kasepekang sangat rentan seperti arit atau babakan pule yang kita akan ngangget kedalam. Saudara sendiri kita akan lawan, sedangkan kita tidak akan mampu membendung gempuran luar. Bahkan lebih menolong pihak diluar. Coba kita pikirkan matang-matang. Kalau bisa janganlah kita menerapkan kasepekang, kalaupun kita sudah menerapkan pranata hukum yang disediakan oleh negara. Namun tidak mampu untuk diselesaikan maka syaratnya harus membuat goncangan sekala dan niskala. Artinya dengan membuat leteh bumi, membuat leteh pura dan membuat leteh jagat sehingga dia dan keturunannya agar tidak mendapatkan kasepekang,” ucapnya.

Baca Juga :  Kementrian PAN-RB Harap Manfaat Radio RPKD 92.FM Makin Luas

”Hukum pidana itu tidak boleh double track action artinya jika dia sudah mendapat kasepekang maka dia tidak dapat menerima hukuman fisik atau pidana karena dia tidak boleh dipidana untuk yang kedua kalinya,” imbuhnya.

Somya Putra menuturkan hal yang sama dilakukan tetua adat lebih memurnikan hukum adat dan lebih memilih kalau masih bisa digunakan banten atau memakai denda menurut Guru Piduka zaman sebelum ada kasepekang. Tapi untuk zaman sekarang ternyata kasus-kasus kasepekang sekarang lebih mengarah kepada like ada dislike dan mengutamakan ego bercampur amarah, benci dan pengelompokan akibat tidak ditemukannya alur dari kebijakan pemutusan sebuah permasalahan, ditambah prajuru bermasalah atau menjadi subjek permasalahan. ”Marilah kita pikirkan bersama,’’ papar Lawyer muda asal Kintamani, Bangli ini.

Shares: