FORUM Keadilan Bali – Ribuan masyarakat Desa Adat Intaran Sanur, Denpasar Selatan mengepung Kantor Gubernur Bali dengan menggelar aksi budaya Intaran Bergerak sambil membawa barong dan Rangda diiringi baleganjur oleh Yowana Desa Adat Intaran, Kamis, (14/7).
Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove dan sebagai bentuk tuntutan kepada Gubernur Bali Wayan Koster terkait keseriusan Gubernur Bali tidak membangun terminal LNG di Kawasan mangrove seperti diberitakan di media-media atas pernyataan PT. Dewata Energi Bersih selaku pemrakarsa proyek.
Aksi dimulai dengan longmarch membawa berbagai spanduk penolakan disusul berbagai bendera bertuliskan ”Tolak terminal LNG di kawasan mangrove” serta dimeriahkan tarian Barong dan Rangda dari Yowana Desa Adat Intaran sebagai simbolis hutan dan lautan disertai dengan atraksi ”Ngurek” dipentaskan di depan Kantor Gubernur Bali.
Bandesa Adat Intaran I Gusti Alit Kencana mengatakan aksi ini meminta ketegasan Gubernur bila benar sesuai statementnya bahwa pembangunan terminal LNG tidak dibangun di areal mangrove. ”Kami meminta Gubernur Wayan Koster mencabut segala izin terkait pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove,’’ kata Alit Kencana.
Alit Kencana meminta agar tidak lagi ada muatan baru dalam Raperda Revisi Perda RTRW Bali yang mencantumkan terminal LNG di kawasan mangrove. ”Apabila Gubernur Bali serius maka hari ini kami menuntut agar segala perizinan terkait pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove dicabut,” pinta Alit Kencana.
Dia menyampaikan, dilatar belakangi adanya klarifikasi dari pihak PT DEB mengaku mendapat arahan dari Gubernur Bali bahwa pembangunan terminal LNG jangan sampai dilakukan di areal mangrove. Di sisi lain segala perizinan seperti izin prinsip dari Gubernur Bali dan izin-izin yang menjustifikasi pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove masih berlaku. ”Kami tidak bisa serta merta percaya begitu saja atas pemberitaan klarifikasi dari pemrakarsa. Jika serius Gubernur Bali segera mencabut segala perizinan tersebut dan mencoret terminal LNG di kawasan mangrove pada dokumen Raperda Bali,” tegasnya.
Hadir dalam aksi ini Pembina KEKAL Bali, I Wayan ”Gendo” Suardana dalam orasinya menyatakan kedatangan masyarakat dalam aksi ini untuk menolak pembangunan terminal LNG di kawsan mangrove adalah dukungan terbesar bagi Gubernur Bali Wayan Koster untuk mendukung visinya yakni ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. ”Salah kaprah kalau menyatakan rakyat Intaran dan rakyat bergerak hari ini melawan Gubernur itu justru gerakan masyarakat ini sedang menjalankan visi dari Gubernur Bali,” kata Gendo.
Ia mengungkapkan, gerakan ini mendukung Gubernur Bali dalam visinya ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Jika bicara mengenai ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, membangun Bali dengan nilai prinsip Sat Kerthinya. ”Apa yang dilakukan krama dalam gerakan ini merupakan wujud menjaga Samudra Kerthi, Jagat Kerthi, dan Wana Kerthi. Menjaga lautnya, menjaga pantainya dari proyek-proyek destruktif dan menjaga tempat sucinya (pura) serta terumbu karang yang berada di pesisir Sanur,” papar Gendo.
Gendo menyoroti jika Gubernur Bali mengarahkan PT DEB tidak membangun terminal LNG di kawasan mangrove serta mengarahkan agar pembangunan terminal LNG dilakukan di lepas pantai dan dibarengi dengan kajian kelayakan. ”Kalau secara kajian terkait pembangunan terminal di lepas pantai dilakukan PT DEB dinyatakan tidak layak. Apakah pembangunan terminal LNG akan dilakukan di mangrove?,” tanya Gendo kritis.
Ia mewanti-wanti agar hal tersebut sampai terjadi, dan tiba-tiba berubah ketika usai hajatan G20. Perlu diketahui hajatan G20 merupakan pertemuan pemimpin-pemimpin dunia serta tak dipungkiri dihadiri Presiden Jokowi yang memiliki misi melakukan restorasi 6000 hektar mangrove dan ingin menjadikan Indonesia sebagai poros mangrove dunia. ”Jangan sampai wacana yang mengarahkan pembangunan terminal LNG yang semula tidak dilakukan di mangrove, kemudian berubah dan kembali melakukan di areal mangrove seusai perhelatan G20,” paparnya.
Terakhir massa aksi membacakan pernyataan sikap menuntut Gubernur Wayan Koster mencabut segala perizinan sekaligus menghentikan rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove serta menghapus muatan baru yang ada pada Raperda RTRWP Bali yang melegalisasi pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove.