FORUMKEADILANBali.com – Made Gde Gnyadnya (72), pemilik lahan seluas 6 hektar di Bukit Ungasan, Jimbaran, Kabupaten Badung mengungkapkan adanya peralihan kepemilikan tanahnya kini telah dipecah menjadi 26 sertifikat. Ia berharapada kejelasan serta mediasi dengan pihak terkait guna menyelesaikan permasalahan ini secara adil.
Dihadapan awak media, Senin (3/2/2025), Gnyadnya menjelaskan awalnya tanah tersebut hendak dibeli Hanifah Husein dari Jakarta. Namun yang bersangkutan tidak memiliki dana cukup, ia diminta meminjam uang kepada Erwin Suyanto di Jakarta dengan kesepakatan bahwa Hanifah akan melunasi pinjaman beserta harga tanah dalam waktu tiga bulan. ”Sebelum pinjam uang, saya sudah berkonsultasi dengan notaris dan makelar tanah yang memastikan transaksi ini sah,” ujarnya.
Gnyadnya mengungkapkan setelah melewati batas waktu yang disepakati, pembayaran pelunasan tidak dilakukan. ”Ayah saya sampai drop sakit dan saya sebagai putrinya mengambil alih untuk perwakilan pengurusan penyelesaian masalah yang sudah terjadi,” kata Made Alit Dumara Swari, putri kedua Gnyadnya.
Alit Dumara Swari mengaku sudah menghubungi Erwin dan pihak-pihak terkait lainnya. ”Pak Erwin hanya menginginkan uangnya kembali beserta keuntungan bunga yang sudah disepakati 3% tiap bulan,” ujarnya.
Karena nilai yang besar, menyebut belum ada buyer yang memberikan DP sesuai keinginan pihak Erwin. ”Pada bulan Desember 2021 Pak Erwin melanjutkan proses balik nama tanpa persetujuan dan konfirmasi ke saya ataupun bapak saya,” tuturnya.
Peralihan sertifikat itu pun turun tingkat dari semula Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan. Keterkejutan masih berlanjut saat sertifikat tanah tersebut dialihkan atas nama Sandiana Soemarko melalui PT Berkat Maratua Indah di Jakarta Selatan.
Belakangan diketahui bahwa Erwin menjadi kuasa hukum dari Sandiana Soemarko. “Sekarang sertifikat sudah dipecah menjadi 26 bagian dan masih atas nama Sandiana,” kata Gnyadnya.
Selain kehilangan kepemilikan lahan, Gnyadnya mengaku telah mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk mendapatkan izin menjadikan lahan tersebut kawasan perumahan, serta ratusan juta rupiah untuk membangun akses jalan. ”Sekarang ada calon pembeli yang berminat, saya berharap Ibu Sandiana mau terbuka dan menyerahkan data-data tanah agar proses jual beli bisa berjalan lancar,” harap Gnyadnya.
Upaya mediasi sebenarnya telah dilakukan, Gnyadnya mengaku hingga kini belum mendapatkan respons yang memuaskan dari pihak bersangkutan. Ia berharap agar pembagian hasil penjualan dapat dilakukan secara adil sesuai dengan kesepakatan awal. ”Saya ingin bagian yang pantas, karena sejak awal ini bukan murni jual beli, tetapi ada kerja sama yang disepakati,” tegasnya.
Terkait nilai lahan, Gnyadnya menyebut harga pasaran tanah di kawasan tersebut saat ini mencapai Rp500 juta per are. Jika dikalkulasi secara total, luasan lahan tersebut bernilai Rp 300 miliar.
Gnyadnya mengungkapkan jika saat ini terdapat calon pembeli yang menawar seluruh lahan seharga Rp189 miliar. ”Saya berharap transaksi ini bisa berjalan dengan baik, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya.
Gnyadnya juga menyoroti pentingnya keadilan dalam transaksi tanah di Bali. ”Saya meminta keadilan agar hak saya sebagai pemilik awal tidak diabaikan. Jangan sampai praktik yang merugikan seperti ini terus terjadi dan mencederai masyarakat Bali,” tandasnya. (fkb)