
Masuk WBD, Subak Kulub Atas Tampaksiring Setahun Kekeringan Tanpa Solusi
FORUM Keadilan Bali – Situasi miris dihadapi petani di Subak Kulub Atas Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar mengalami kekeringan. Bahkan subak masuk Warisan Budaya Dunia ini tapa mendapat perhatian dari pemerintah.
Pekaseh Subak Kulub Atas I Wayan Perasi menyatakan, subaknya merupakan bagian dari situs Warisan Budaya Dunia (WBD), namun kekeringan akibat bendungan rusak diterjang air bah akhir tahun 2022 hingga kini tanpa solusi. ”Bagaimana melestarikan subak, jika bendungan rusak sudah setahun tidak ada memperbaiki. Subak itu terdiri dari tiga unsur sawah, air dan pura. Subak Kulub Atas katanya bagian dari WBD tidak mendapat perhatian dari pihak terkait,” ujar Parsi saat bertatap muka dengan pratisi Universitas Udayana dan pimpinan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV di Balai Subak Pulagan, Desa Tampaksiring, Selasa (19/9).
Perasi mempertanyakan kepada pihak terkait di tingkat Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali maupun pemerintah pusat di Jakarta. “Sebenarnya siapa yang patut menerima dan menanggapi keluhan kami dari Subak Kulub Atas. Apa Dinas Pertanian, Dinas PUPR, atau Dinas Kebudayaan karena kami bagian dari WBD,” Tanya pensiunan Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan ini.
Dia mengatakan, sebelumnya segala permasalahan subak ditangani Pasedahan Agung yang ada di Dinas Pendapatan di tingkat kabupaten. Namun lembaga tersebut sudah tidak eksis lagi sehingga para pakaseh seperti anak ayam kehilangan induk.
Menurut Perasi, gagasan pelestarian subak tidak dapat diimplementasikan manakala air irigasi tidak mengalir ke sawah. ”Kami berharap keluhannya terkait kerusakan bendungan Subak Kulub Atas segera mendapat perhatian dan diperbaiki pihak terkait, baik kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat,’’ harapnya.
Sementara Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV Abi Kusno menjelaskan, pihaknya mengundang kelian subak di situs WBD tersebut dalam pelaksanaan kegiatan pemetaan dan monitoring subak di lanskap subak DAS Pakerisan. ”Kami mengundang peneliti dari Unit Subak Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat untuk memberikan masukan mengenai konsep pengembangan potensi ekowisata berbasis subak,” kata Abi Kusno.
Ketua Unit Subak LPPM Unud, Prof. Dr. Ir. Ketut Suamba, MP., mengatakan, pihaknya digandeng Balai Pelestari Kebudayaan untuk mengembangkan inovasi dalam pelestarian subak. ”Sebulan lalu saya menggugah pakaseh melakukan penguatan kelembagaan. Kali ini Dr. I Made Sarjana, hadir mendiskusikan langkah-langkah strategis mengelola potensi pariwisata dalam subak,” papar Guru Besar FP Unud itu.
Prof. Suamba menjelaskan di DAS Pakerisan ada tiga subak jadi situs WBD yakni Subak Pulagan-Kumba, Subak Kulub Atas dan Subak Kulub Bawah.
Sementaraitu, Dr. I Made Sarjana, SP., M.Sc. akademisi Unud focus melakukan kajian integrasi pertanian dan pariwisata mengakui ketersediaan air irigasi menjadi kebutuhan dasar bagi subak. ”Subak sebagai organisasi petani lahan basah tidak akan menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, ketika pasokan air irigasi ke sawah-sawah di wilayah subak terhenti,” ujarnya.
Sarjana berharap pemegang kebijakan terkait pertanian dan ketahanan pangan, atau penyedia infrastruktur maupun pelestari subak sebagai WBD tergerak hatinya berkoordinasi memberikan solusi mengatasi kekeringan di Subak Kulub Atas.
Terkait pengembangan potensi pariwisata dalam subak, penulis Buku “Agrowisata: Pariwisata BerbasisPertanian” terbit tahun 2020 itu mengaku lebih tepat menggunakan istilah pengembangan agrowisata ketimbang ekowisata. Pengembangan ekowisata persyaratannya sangat rigid dan petani atau pengurus subak sulit memenuhi persyaratan tersebut. “Agrowisata pengertiannya sederhana bagaimana mengembangkan aktivitas kepariwisataan di dalam subak atau areal pertanian,” jelas Dr. Sarjana.
Peneliti Pusat Unggulan Pariwisata Unud ini menekankan pengembangan agrowisata dalam subak harus mengidentifikasi potensi dayatarik wisata (DTW) yang ada, baik DTW alam, budaya dan buatan. Disamping itu, subak sebagai pengelola agrowisata harus memperhatikan 4A (attraction, Accessibilities, Amenities, dan Ancillaries). ”Trpenting harus ada perencanaan kawasan yang memuat zonasi. Zone subak tidak boleh disentuh alih fungsi, dimana zone yang bisa membangun fasilitas pariwisata berskala kecil, atau zonasi pengembangan fasilitas pariwisata sesuai kebutuhan dan kesepakatan warga setempat,” tegas Dr. Sarjana.