PKB XLVII 2025, Duta Kota Denpasar Tampilkan Enam Busana Upakara Ngusabha Desa, Manusa Yadnya dan Prajuru Adat

PKB XLVII 2025, Duta Kota Denpasar Tampilkan Enam Busana Upakara Ngusabha Desa, Manusa Yadnya dan Prajuru Adat
POSE BERSAMA - Ketua TP. PKK Kota Denpasar yang juga Ketua Dekranasda Kota Denpasar Ny. Sagung Antari Jaya Negara didampingi Sekretaris I TP PKK Kota Denpasar Ny. Ayu Kristi Arya Wibawa dan Ketua DWP Kota Denpasar Ny. Ida Ayu Widnyani Wiradana pose bersama duta Kota Denpasar menmpilan busana terbaik pada Parade (Utsawa) busana khas daerah serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII 2025 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center Denpasar, Sabtu (28/6/2025).
📷: (Foto : fkb/pas)

PKB XLVII 2025, Duta Kota Denpasar Tampilkan Enam Busana Upakara Ngusabha Desa, Manusa Yadnya dan Prajuru Adat

DENPASAR, FORUMKEADILANBali.com – Duta Kota Denpasar memberikan sajian busana terbaik pada Parade (Utsawa) busana khas daerah serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII 2025 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center Denpasar, Sabtu (28/6/2025).

Dalam kesempatan tersebut, duta Kota Denpasar menampilkan enam jenis busana adat. yakni busana upakara ngusabha khas Denpasar, busana nirsista (sederhana), busana payas madya, busana payas agung, busana payas melelunakan dan busana prajuru adat sesuai pakem tradisi Kota Denpasar. Tak hanya duta Kota Denpasar, di panggung yang sama juga turut tampil perwakilan seluruh duta kabupaten se-Bali.

Ketua TP. PKK Kota Denpasar yang juga Ketua Dekranasda Kota Denpasar Ny. Sagung Antari Jaya Negara didampingi Sekretaris I TP PKK Kota Denpasar Ny. Ayu Kristi Arya Wibawa dan Ketua DWP Kota Denpasar Ny. Ida Ayu Widnyani Wiradana, menyampaikan apresiasi penampilan maksimal duta Kota Denpasar pada Parade (Utsawa) Busana Khas Daerah serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII. Seluruh busana adat yang ditampilkan menggambarkan ciri khas, pakem dan tradisi berbusana di Kota Denpasar.

Ny. Antari Jaya Negara berharap kedepan pakem dan tradisi berbusana adat terus dilestarikan. Sehingga mampu menjadi contoh bagi masyarakat dalam berbusana sesuai dengan fungsinya. “Duta Kota Denpasar telah mempersembahkan penampilan apik, dengan desain busana adatnya yang sesuai dengan pakem tradisi dan ciri khas Kota Denpasar. Mudah-mudahan ini bisa menjadi referensi tata busana adat di masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga :  Sanggar Sari Kencana Banjar Umasari Gelar Kenaikan Tingkat

Sementara itu, Perancang Busana Duta Kota Denpasar, Dr. Anak Agung Ngurah Anom Mayun yang akrab disapa Turah Mayun menjelaskan pelaksanaan Utsawa (Parade) PKB XLVII ditampilkan beberapa busana adat berbeda dari tahun sebelumnya. Tahun ini, busana Upakara Ngusabha Desa menjadi salah satu dari busana yang ditampilkan pada parade ini.

Busana Upakara ini, menurutnya, banyak menggunakan sentuhan warna putih dan kuning sebagai makna kesucian, kebersihan dan keharmonisan alam semesta. Busana wanita, digunakan tapih prada, wastra songket, sabuk songket motif patra balik dan selendang songket/cecawangan. Sedangkan pada laki-laki penggunaan wasta makancut, saput songket, umpal, baju, udeng songket dilengkapi aksesoris seperti bunga pucuk emas pada udeng, serta bunga segar yang beraroma harum, menggunakan cincin (ali-ali) pada jari tangan menjadi ciri khasnya.

Setelah itu, ditampilkan busana nirsista (sederhana) dipergunakan untuk upacara menik kelih (ngeraja) dan upacara metatah/mesangih/mepandes dengan tingkatan upacara sederhana. Seperti yang diketahui, upakara ngeraja adalah suatu peringatan beralihnya usia anak-anak menuju remaja yang ditandai dengan mengalami menstruasi pertama pada anak perempuan dan pada anak laki-laki terjadi perubahan warna suara yang mulai membesar, yang disebut dengan Ngraja Singa.

Tuah Mayun menjelaskan busana selanjutnya ditampilkan busana payas madya yang digunakan pada upacara manusia yadnya yaitu mesangih, metatah/mepandes dan upacara pernikahan dengan tingkatan upacara madya/menengah.

Pada payasan perempuan ciri khasnya menggunakan tata rias Sri Nata, Semi, dengan pusungan moding dirias dengan bunga segar (bunga cempaka putih, kuning, kenanga dan mawar kampung berwarna merah). Payasan ini menggunakan bunga bancangan emas, bunga sandat emas bunga kap emas, dan aksesoris penunjang lainnya.

Untuk payasan pada laki-laki, busana ini menggunakan destar prada/songket dilengkapi dengan aksesoris bunga pucuk emas pada destar, dan bunga segar, serta keris yang diselipkan pada punggung sebelah kanan menghadap ke belakang.

Baca Juga :  Ketua TP PKK Badung Buka Lomba Klakat dan Canang Sari di Kerobokan

Lebih lanjut Turah Mayun memaparkan ada busana payas agung yang ditampilkan pada parade ini. Busana dan tata rias payas agung ini digunakan pada upacara mapandes dan pernikahan dengan tingkatan upacara tingkat utama.

Dia menuturkan ciri khas digunakan pada riasan perempuan adalah pemakaian pusungan yang dinamakan gelung agung yang dihiasi dengan bunga segar seperti cempaka putih, cempaka kuning, kenanga dan mawar merah. Ada juga kelengkapan aksesoris seperti petitis dan tanjung emas khas Kota Denpasar, dan aksesoris pada tangan, lengan hingga pergelangan kaki.

Untuk riasan laki-laki, ucap Turah Mayun, aksesoris digunakan berupa hiasan kepala gelung garuda mungkur, sepasang rumbing menghiasi telinga, dan lainnya. Payasan ini juga menggunakan busana wastra prada malelancingan, dan menggunakan Keris Emas yang diselipkan di punggung.

Turah Mayun menambahkan busana selanjutnya ditampilkan pada parade ini adalah payas melelunakan digunakan para wanita pada upacara pitra yadnya yaitu ngaben atau palebon di Kota Denpasar. Upacara ngaben sendiri memiliki makna sebagai proses pelepasan atma dari belenggu kehidupan duniawi sehingga mampu menyatu dengan Brahman.

Turah Mayun mengungkapkan melelunakan adalah jalinan rambut dengan selendang dengan panjang 2,5 meter serta lebar 7-8 cm yang dililitkan di kepala dengan putaran 3 kali yang merupakan pakem Tri Kona yang berarti dinamika hidup. ”Khusus riasan lelunakan payasan yang digunakan adalah aksesoris berupa setangkai bunga puspa limbo emas, bunga sandat emas yang diselipkan pada bagian atas lelunakan. Penggunaan busana ini biasanya untuk upacara pitra yadnya/ngaben diadakan dengan tingkat upacara utama,“ papar Turah Mayun

Busana terakhir yang ditampilkan, kata Turah Mayun busana prajuru adat yang digunakan oleh prajuru adat/kelian adat pada pelaksanaan upacara Rasa Rumaksa dalam upakara pawiwahan. Kelian dat bertugas sebagai saksi dalam upakara pawiwahan, mengesahkan prosesi pernikahan dengan menyerahkan akta perkawinan kepada mempelai. Memiliki kewenangan dalam menentukan keputusan adat serta menjadi tokoh yang menjaga kelestarian tradisi ritual pernikahan di masyarakat. ”Busana ini berciri khas menggunakan warna Gelap seperti coklat, hijau gelap adalah warna yang kuat, melambangkan stabilitas dan keandalan, serta kesederhanaan. Sedangkan warna hijau melambangkan keharmonian, kemurahan hati, dan perlindungan,“ tandas Turah Mayun. (pas)

Baca Juga :  Sekda Alit Wiradana Hadiri Perayaan Natal di Gereja Yesus Gembala yang Baik
Shares: