FORUM Keadilan Bali – Kasus penipuan money changer menimpa wisatawan Australia baru-baru ini mendapat perhatian serius Wakil Gubernur yang juga sebagai Ketua BPD PHRI Bali, Prof. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati.
Menyikapi persoalan yang mencoreng citra pariwisata Bali itu, Wagub Bali yang akrab disapa Cok Ace ini menggelar rapat koordinasi lintas sektor bersama stakeholder pariwisata, digelar di Ruang Praja Sabha Kantor Gubernur Bali, Selasa (26/7).
Rakor diikuti unsur Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali, Polda Bali, Pol. PP Bali dan Kabupaten Badung, Kadis Pariwisata Kota Denpasar, Badung dan Gianyar, Asosiasi Pedagang Valuta Asing dan stakeholder pariwisata lainnya.
Wagub Cok Ace dalam arahannya menyampaikan aksi penipuan menimpa wisatawan asing oleh money changer tak berizin itu penting disikapi. Selain merusak citra pariwisata Bali, tindakan semacam ini bisa menjadi bumerang bagi Bali yang saat ini tengah berjuang memulihkan sektor pariwisata. ”Seluruh komponen telah berjuang keras dan bahu membahu untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Sekarang Covid-19 sejatinya belum teratasi secara tuntas, tapi syukurnya sektor pariwisata berangsur pulih,” kata Wagub Cok Ace.
Wagub Cok Ace mengungkapkan, tak ingin aksi-aksi penipuan seperti yang terjadi di money changer menjadi hambatan dalam pemulihan Bali. Melalui pelaksanan rakor ini, ia ingin memperoleh masukan dari berbagai komponen mengatasi persoalan ini.
Selain kasus penipuan money changer, Wagub Cok Ace menyinggung isu lain dalam dunia kepariwisataan yaitu ketentuan SIM Internasional bagi wisatawan dan persoalan lingkungan rentan dijadikan alat untuk menjatuhkan citra pariwisata Bali.
Terkait keberadaan money changer, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menjelaskan, kegiatan usaha ini diatur dalam Peraturan BI Nomor 18/20/PBI/2016 Tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). Dalam operasional, KUPVA BB memiliki kantor pusat dan kantor cabang. Merujuk data bulan Juni 2022, di Bali terdapat 103 kantor pusat dan 388 kantor cabang KUPVA BB tersebar di seluruh Bali. ”Di Kabupaten Badung paling banyak yaitu 347 kantor cabang,” ungkapnya.
Trisno Nugroho menjelaskan, ciri-ciri KUPVA BB berizin memasang logo serta sertifikat izin usaha yang dikeluarkan oleh BI. Menurutnya, ada sejumlah tantangan dihadapi dalam penertiban money changer bodong. Tantangan antara lain, tak semua wisatawan asing paham bahwa mereka harus bertransaksi valuta asing di KUPVA BB berizin dan banyak pelaku usaha tidak paham peraturan dalam mendirikan usaha penukaran valuta asing. Selain itu, edukasi dan sosialisasi terkait penukaran valuta asing masih minim serta belum ada tindakan penertiban untuk memberikan efek jera bagi pelaku usaha KUPVA BB tidak berizin.
Menyikapi hal ini, Trisno mengusulkan pelibatan desa adat dalam penertiban KUPVA BB tak berizin dengan memasukkannya dalam pararem.Hhal ini bisa memberi efek jera bagi pelaku KUPVA BB tak berizin yang beroperasi di wewengkon desa adat.
Rencana penertiban KUPVA BB tak berizin didukung sepenuhnya Ketua Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Bali Ayu Astuti Dhama. Menurutnya, penertiban bisa dilaksanakan dengan memeriksa kelengkapan yang resmi dikeluarkan BI berupa logo dan sertifikat izin usaha.
Sementara itu, Wadir Krimum Polda Bali AKBP Suratno menegaskan bahwa jajarannya mendukung penuh upaya pemulihan ekonomi Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata. Dijelaskan, aksi penipuan money changer bukan satu-satunya mencoreng citra pariwisata Bali. Ada aksi penjambretan, copet hingga ulah oknum sopir taksi menaikkan tarif untuk wisatawan.
Khusus terkait aksi penipuan money changer, pihak kepolisian mengalami kendala dalam menindaklanjuti karena tak terpenuhi unsur formil dan materiil. Sering wisatawan hanya berorientasi barang atau uang mereka kembali dan tak melanjutkan proses hukum sebagaimana berlaku di Indonesia. ”Kalau ada laporan resmi, ini bisa kami tindaklanjuti sebagai tindakan penipuan dan penggelapan,” ujarnya.
Dia menyatakan, jajaran kepolisian tetap berupaya untuk menertibkan keberadaan money changer dengan melakukan pengecakan ke lapangan. Dari 155 money changer yang sudah kami cek, hanya 10 yang ada izinnya. ”Kami tak punya kewenangan untuk nutup,” tandasnya.
Pol PP Bali dan Badung juga mengutarakan senada. Mereka tak punya kewenangan memberi sanksi atau menutup karena regulasinya ada di Bank Indonesia.
Manambahkan penyampaian Pol PP, Ketua LPM Legian I Wayan Puspa Negara menyinggung pentingnya keterlibatan Bank Indonesia menertibkan money changer tak berizin. Ia yakin dukungan semua pihak, persoalan ini dapat segera teratasi.
Sedangkan Koordinator Kelompok Ahli Pembangunan Bidang Pariwisata IGAN Rai Surya Wijaya menyarankan agar pemerintah tegas dan tak mentolerir keberadaan money changer bodong yang dapat menurunkan citra pariwisata Bali. Sejalan dengan usulan BI, ia juga mengusulkan pelibatan desa adat dalam penertiban money changer bodong.
Kepala Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali Nyoman Nuarta yang menyarankan pembentukan satgas dan rapat lanjutan menyikapi persoalan ini.
Setelah mendengar berbagai masukan, Wagub Cok Ace menyimpulkan bahwa rakor menyepakati pembentukan tim task force yang bisa langsung bekerja dan turun ke lapangan untuk memberi efek jera. Selanjutnya akan dibentuk tim dengan jangkauan lebih luas bertugas mencari persoalan sosial yang menjadi pemicu maraknya aksi penipuan berkedok money changer di objek wisata.
Sejalan dengan itu, Ketua Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana akan memperkuat upaya pencegahan dengan mengedukasi wisatawan agar lebih banyak menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi. ”Kita akan buatkan arahan dalam berbagai bahasa untuk mengedukasi wisatawan agar mereka tidak mudah kena tipu,” pungkasnya.