• Akademisi FP Unwar :  Petani Tak Tahu Pembakaran Limbah Pertanian Berkontribusi Pemanasan Global

    FORUMKeadilanbali.com – Akademisi Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (FP-Unwar) Dr. I Nengah Muliarta, S.Si., M.Si., mengungkapkan umumnya petani tidak mengetahui jika pembakaran limbah pertanian yang dilakukan berkontribusi pemanasan global.

    Hal tersebut diungkapkan berpedoman pada penelitian dilakukan tahun 2018 di Kabupaten Klungkung, di mana 74,16% petani mengaku tidak mengetahui jika pembakaran jerami padi berkontribusi pada peningkatan emisi karbon yang berdampak pada pemanasan global.

    Menurut Muliarta, sekitar 30,34% petani melakukan pembakaran limbah jerami padi dengan berbagai alasan. Alasan pembakaran jerami padi yang umum mempercepat pengolahan lahan guna mengejar musim tanam berikutnya dan menghindari penyebaran hama dan penyakit. ”Terdapat alasan lainnya berdasarkan pengetahuan petani, membakar cara sederhana diwariskan dari pendahulu mereka untuk mengembalikan limbah jerami padi ke tanah. Pengetahuan ini sudah diwariskan turun-temurun,” kata Muliarta saat menjadi narasumber dalam seminar nasional dengan tema ”Peran Pertanian Dalam Mengatasi Perubahan Iklim dan Kebutuhan Pangan Global” digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FP-Unwar di Denpasar, Sabtu (6/4).

    Lebih lanjut Dr. Muliarta mengatakan, pembakaran limbah pertanian melepaskan karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) ke atmosfer, merupakan dua gas rumah kaca utama penyebab pemanasan global. Berdasarkan penelitian  International Rice Research Institute, pembakaran jerami akan menyebabkan  kehilangan 5-8 kg N, 2-3 kg P, dan 15-20 kg K per ton jerami dibakar.

    Muliarta menegaskan jumlah limbah jerami padi setiap panen rata-rata 10,21 ton/hektar. Jumlah limbah jerami padi ini sangat dipengaruhi varietas padi yang ditanam, pemupukan, metode tanam dan berbagai faktor lainnya. Peningkatan produksi pangan akibat peningkatan konsumsi dan peningkatan jumlah penduduk secara langsung juga diikuti peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. ”Setiap 1 kg gabah dihasilkan juga diproduksi  1-1,5 kg limbah jerami padi. Setiap suap nasi yang kita makan sudah termasuk kontribusi kita terhadap emisi gas rumah kaca. Maka setiap peningkatan  produksi pangan diikuti dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan,” papar Muliarta yang juga Korwil Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Bali, NTB dan NTT.

    Muliarta menambahkan pengomposan menjadi salah satu strategi mengelola limbah jerami padi dalam upaya mitigasi pemanasan global dari sektor pengelolaan limbah pertanian. Sayangnya petani mengalami kendala dalam melakukan pengomposan, padahal pengomposan dapat menjadi jalan dalam implementasi konsep ekonomi sirkular dalam pengelolaan limbah pertanian.

    Sementara Prof. Dr. Ir. I Ketut Widnyana, M.Si., yang juga Guru Besar Pertanian dari Universitas Mahasaraswati menyampaikan kegiatan agroforestri dapat menjadi praktek pertanian yang efektif dalam menyerap dan menyimpan karbon dari atmosfer. Hutan dan vegetasi campuran pada sistem agroforestry dapat menyimpan karbon yang signifikan  dan membantu mengurangi dampak perubahan iklim. ”Diperkirakan agroforestri dapat menyerap hingga 50 miliar ton karbon pertahun secara global. Agroforestri dapat menyimpan hingga 30% lebih banyak karbon dibandingkan dengan pertanian biasa,” ungkapnya.

    Widnyana menjelaskan salah satu peran agroforestri dalam adaptasi terhadap perubahan iklim yaitu membantu menjaga ketahanan pangan masyarakat dengan memperkenalkan tanaman pangan yang beragam dan tahan terhadap perubahan iklim. Sistem agroforestri juga menyediakan berbagai produk seperti kayu, buah-buahan, dan herbal dapat menjadi sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat. Agroforestri pada sisi lain juga membantu mencegah erosi tanah dan melestarikan Cadangan air tanah, sehingga meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan banjir.

    Sementara Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.,  mengatakan penyebab utama perubahan iklim adalah perilaku manusia. Salah satunya sumbangan emisi dari kegiatan atau aktivitas manusia dari sektor pertanian.

    Yonny menyebutkan perubahan iklim akibat aktivitas manusia pada akhirnya berdampak terhadap produksi dan produktivitas tanaman. Terganggunya produktivitas pada gilirannya mengurangi surplus dan cadangan pangan. Dampak ikutannya berikutnya pada harga pangan khususnya beras, dimana harga beras berfluktuasi dengan tidak wajar. Diversifikasi kunsumsi pangan di sisi lain masih sporadis, parsial dan tidak sistemik.

    Ia mengingatkan perlunya aksi mitigasi dan adaptasi guna ngurangi laju perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Secara nasional target penurunan emisi 31,89% secara mandiri dan 43,2% dengan dukungan internasional. (nom)