DENPASAR, FORUMKEADILANBali.com –Pemerintah Provinsi Bali memasuki babak penting penyusunan kebijakan daerah tahun 2026. Gubernur Bali Wayan Koster pada dua Rapat Paripurna DPRD Bali berlangsung dalam satu hari, menyampaikan apresiasi atas disetujuinya Raperda APBD Semesta Berencana 2026 menjadi Perda.
Hal itu dipaparkan Gubernur Koster dalam Rapat Paripurna ke-12 dan ke-13 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan I Tahun 2025 di Gedung Wiswa Sabha Utama, Senin (17/11/2025).
Selain memaparkan tiga Raperda strategis memperkuat arah pembangunan Bali ke depan, kata Koster, Raperda Provinsi Bali tentang Perlindungan Sempadan Pantai untuk kepentingan upacara agama, adat, sosial, dan ekonomi masyarakat sosial, Raperda Provinsi Bali tentang Pendirian Perusahaan Umum Daerah Kertha Bhawana Sanjiwani, dan Raperda Provinsi Bali tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Daerah Nomor 10, tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.
Dalam Rapat Paripurna ke-12, Gubernur Koster menegaskan bahwa seluruh rangkaian pembahasan APBD 2026 telah selesai dengan sejumlah penyesuaian penting.
Pendapatan Daerah 2026 meningkat menjadi Rp 6,33 triliun, terdiri dari PAD Rp 4,03 triliun, dana transfer Rp 2,28 triliun, dan lain-lain pendapatan sah Rp 5,74 miliar. Belanja Daerah 2026 naik menjadi Rp7,16 triliun, dengan alokasi terbesar pada belanja pegawai, barang dan jasa, hibah, serta belanja modal Rp 800,93 miliar.
Defisit anggaran meningkat menjadi Rp 834,37 miliar, namun dipastikan aman karena ditutupi melalui penerimaan pembiayaan Rp1,40 triliun yang bersumber dari SiLPA 2025. Sementara pengeluaran pembiayaan meningkat menjadi Rp 568,46 miliar untuk penyertaan modal dan pembayaran cicilan PEN.
Gubernur Koster memastikan Raperda APBD 2026 segera dikirim ke Kemendagri untuk evaluasi, agar dapat diberlakukan tepat waktu sesuai amanat PP 12 Tahun 2019.
Pada rapat paripurna berikutnya, Gubernur Koster menyampaikan penjelasan tiga Raperda yang dinilai sangat penting bagi perlindungan adat, penguatan tata kelola air, dan penataan kelembagaan ekonomi kreatif Bali, yakni pelindungan pantai dan sempadan pantai. Raperda ini disusun sebagai respons atas meningkatnya tekanan pemanfaatan kawasan pesisir.
Gubernur menyoroti maraknya pembatasan akses masyarakat, kegiatan pariwisata yang mengganggu ritual keagamaan, dan menurunnya ruang sakral di sejumlah pantai Bali. Regulasi ini bertujuan melindungi pantai sebagai ruang sakral, sosial, dan ekonomi masyarakat lokal, serta memastikan pengelolaan kawasan selaras dengan nilai-nilai Sad Kerthi.
Pendirian Perumda Kerta Bhawana Sanjiwani. Gubernur menegaskan pendirian BUMD air ini merupakan langkah strategis untuk menjamin ketersediaan air bersih di Bali. Perumda ini memperoleh modal dasar Rp20 miliar dan modal disetor awal Rp10 miliar, sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam memperkuat layanan air bersih dan pengelolaan air limbah yang terintegrasi. BUMD ini ditargetkan menjadi instrumen modern dalam mendukung kualitas lingkungan sekaligus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Raperda ketiga mengubah Dinas Pariwisata menjadi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengikuti kebijakan nasional serta kebutuhan daerah untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai pilar ekonomi baru.
Perubahan nomenklatur ini akan berlaku 1 Januari 2026 dan menjadi dasar penataan struktur baru yang lebih responsif, termasuk pembentukan bidang yang khusus menangani pengembangan ekonomi kreatif.
Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini menegaskan bahwa seluruh rangkaian pembahasan APBD dan tiga Raperda ini merupakan bagian dari komitmen pembangunan Bali yang terarah dan berkelanjutan sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
Ia berharap seluruh dokumen kebijakan dapat segera difinalisasi bersama DPRD dan ditetapkan, sehingga pembangunan Bali tahun 2026 dapat berjalan lebih mantap dalam aspek adat, lingkungan, infrastruktur pelayanan publik, dan daya saing ekonomi kreatif.
Ketua Bapemperda DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya menyampaikan penjelasan atas penyusunan Raperda Inisiatif Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Ia menegaskan penyusunan regulasi ini merupakan penyempurnaan atas Perda Nomor 9 Tahun 2015, sekaligus harmonisasi terhadap UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Raperda ini disusun berdasarkan kaidah legal drafting sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta telah melalui proses harmonisasi bersama Kanwil Kemenkumham Bali.
Secara struktur, kata dia, Raperda memuat XI Bab dan 93 Pasal, mengatur 17 ruang lingkup utama, termasuk pendidikan, kesehatan, keagamaan dan adat, pariwisata, pekerjaan, kesejahteraan sosial, aksesibilitas, perlindungan bencana, hingga perempuan dan anak penyandang disabilitas. Raperda ini memuat penguatan nilai kearifan lokal Bali, yang menjamin hak penyandang disabilitas dalam berpartisipasi pada kegiatan agama, seni, tradisi, dan adat.
Tama Tenaya menyatakan Raperda ini masih memerlukan penyempurnaan terutama pada pengaturan sanksi bagi pelaku diskriminasi, sehingga Pansus akan melibatkan para pemangku kepentingan untuk menyusun regulasi yang responsif dan implementatif.
Koordinator Pembahasan, Drs. Gede Kusuma Putra menyampaikan beberapa rekomendasi terhadap struktur APBD 2026 terdiri dari, yaitu menggali sumber pendapatan baru agar kapasitas fiskal semakin kuat. Berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk memperbaiki tata wajah kota di Bali. Menuntaskan persoalan sampah dan kemacetan secara komprehensif. Memperkuat pengawasan terhadap tata ruang, aset, dan perizinan, termasuk dukungan anggaran bagi OPD pengawas.
Menurutnya APBD 2026 dinyatakan telah melalui rangkaian rapat kerja intensif, studi banding dengan Pemprov Jatim dan DKI Jakarta, serta konsultasi dengan Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri. (fkb/pas)

