FORUM Keadilan Bali – Unit Pelayanan Teknis Keimigrasian dipimpin Yasonna H. Laoly kembali mendeportasi 2 orang Warga Negara Asing (WNA) berinisial MEBJ (28) dan AABA (29) laki-laki berkewarganegaraan Malaysia telah melanggar Pasal 75 Ayat (1) UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita, mengatakan MEBJ diketahui datang pertama ke Indonesia pada 4 Maret 2018 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali menggunakan Visa on Arrival (VoA). Kedatangan tersebut merupakan ke empat kalinya, dan setiap kunjungannya ia mengaku memanfaatkannya untuk menonton event musik di Bali. Kedatangan terakhir yakni 4 Maret 2018 di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, dirinya diperiksa lebih dalam saat pemeriksaan Bea Cukai ditemukan 17 buah pil ekstasi saat pemeriksaan seluruh badan. MEBJ mengaku membawa barang haram tersebut dari Malaysia.
Pasca insiden tersebut, ucap Dudy, MEBJ digelandang ke kantor polisi dan ditahan selama 2 bulan. Selanjutnya ia dipindahkan ke Lapas Kerobokan menjalani persidangan selama 4 bulan. Akibat dari perbuatannya itu, MEBJ diputus bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Denpasar atas pelanggaran pasal pidana 113 ayat 1 UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Tanggal 15 November 2023, MEBJ kembali bisa menghirup udara segar usai menjalani kurungan dengan mengantongi surat lepas yang dikeluarkan oleh Lapas Kerobokan.
Serupa dengan kasus MEBJ, lanjut Dudy, AABA warga Malaysia lainnya ikut terjerat kasus narkoba di Tanah Air. Awal mula kasusnya ketika AABA datang ke Bali pada 23 Oktober 2016 menggunakan fasilitas Bebas Visa Kunjungan (BVK) bersama dengan temannya yang juga warga negara Malaysia tengah melakukan pengecekan barang melalui sinar x oleh pihak Bea Cukai. Dalam pengecekan tersebut, Bea Cukai mendapati narkoba di dalam koper yang dibawa AABA. Narkoba tersebut dalam bentuk pil ekstasi, shabu seberat 8,18 gram, serta obat erimin five sebanyak 39,75 gram. Tak bisa mengelak lagi, AABA akhirnya dibawa pihak kepolisian dilakukan pendalaman terhadap kasusnya.
Atas segala perbuatan dilakukan AABA, kata Dudy, hakim memutuskan hukuman pidana penjara selama 10 tahun terhadap AABA atas pelanggaran pasal 113 ayat (1) jo. 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Usai menjalani hukuman di balik jeruji besi dengan mendapatkan beberapa remisi, AABA diberikan surat lepas oleh Lapas Narkotika Bangli pada 15 Bovember 2023. Terhadap setiap orang asing yang telah terlibat pelanggaran pidana dan terbukti bersalah, usai menjalani hukuman akan dilakukan pendeportasian sebagai bentuk tindakan administratif keimigrasian berdasarkan Pasal 75 Ayat (1) berbunyi Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di wilayah Indonesia melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum. Selain tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, MEBJ dan AABA diserahkan kepada Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Denpasar saat keduanya bebas dari penjara. Setelah dilakukan upaya pendeportasian, namun belum juga dapat dilaksanakan dengan segera, maka Imigrasi Denpasar memutuskan untuk memindahkan MEBJ dan AABA ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar pada 20 November 2023 untuk diupayakan pendeportasian lebih lanjut.
Dudy menjelaskan, setelah 9 hari didetensi di Rudenim Denpasar, dan telah siap segala administrasi pemulangan, maka dilakukan pendeportasian terhadap MEBJ dan AABA melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 29 November 2023 pukul 15.30 Wita dengan tujuan akhir Kuala Lumpur, Malaysia. ”Biaya kepulangan timbul berupa tiket penerbangan seluruhnya ditanggung MEBJ dan AABA,’’ katanya.
Dudy menuturkan proses pendeportasian MEBJ dan AABA dilakukan sesuai SOP pendeportasian Rudenim yakni pengawalan hingga pintu pesawat. WNA yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi. ”Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Selain itu, penangkalan seumur hidup dapat dikenakan terhadap orang asing dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Dudy.