FORUMKEADILANBali.com – Sebanyak 12 Rektor dan 10 Guru Besar di Bali menegaskan sosok pemimpin visioner dan pekerja keras Wayan Koster telah meletakkan pondasi kokoh penguatan dan pemajuan Bali ratusan tahun kedepan. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali berhasil dihadirkan Gubernur Bali 2018-2023 ini setelah penantian 65 tahun.
Jauh sebelum perjuangan Koster menghadirkan UU provinsi Bali, ternyata pria asal desa Sembiran ini telah berjuang untuk kesejahteraan para guru dan dosen se-Indonesia.
Lewat tangan Koster, lahirlah terobosan penting di dunia pendidikan Indonesia. Guru dan dosen sejahtera, kualitas pendidikan meningkat dan output pendidikan berkompeten di bidangnya. ”Wayan Koster sangat konsen di dunia pendidikan. Saat menjadi anggota Komisi X DPR RI, ia banyak membuat kebijakan terkait Perguruan Tinggi, sertifikasi guru dan dosen tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen hingga Undang – Undang tentang Pendidikan Tinggi,” tegas Rektor Unmas Denpasar, Made Sukamerta belum lama ini.
Sukamerta menjelaskan berkat UU Guru dan Dosen, kini guru dan dosen ditetapkan sebagai tenaga profesional, melalui uji sertifikasi berhak memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan guru dan dosen yang memiliki tugas mulia mencerdaskan anak bangsa.
Berkat UU Pendidikan Tinggi, kata dia, kini para guru besar/dosen secara otomatis pensiun umur 70 tahun. Sebelumnya pensiun umur 65 tahun, bisa diperpanjang setiap tahun sampai umur 70 tahun. Dosen dengan jabatan profesor berhak mendapat tunjangan profesi satu kali gaji pokok, dan tunjangan kehormatan dua kali gaji pokok.
Dari tangan Wayan Koster, ucap Sukamerta, para dosen total mendapat tambahan penghasilan sebesar tiga kali gaji pokok. ”Kkalau menyangkut perjuangan pendidikan, Pak Wayan Koster paling top sering membantu,” tegas Sukamerta di hadapan dosen dan mahasiswa saat kuliah umum Koster belum lama ini.
Koster lahir dan besar dari keluarga guru, ayahnya seorang guru SD di Desa Sembiran, Buleleng. Masa kecil Koster, hidup di bawah garis kemiskinan mendorongnya memperjuangkan nasib sesama. Ia tak ingin keluarga guru mengalami hal serupa seperti keluarganya.
Ketika sekolah di SD Sembiran, SMP Bhaktiyasa Singaraja, dan SMAN Singaraja, Koster selalu berdekatan dengan guru, dan menjadikan gurunya sebagaimana orang tuanya. Dari pengalaman itu, Koster memiliki kepekaan terhadap nasib dan kesejahteraan guru. Guru kurang sejahtera, penghasilan guru sangat rendah sehingga banyak guru bekerja sampingan untuk menambah penghasilan bagi kehidupan keluarganya, pemerintah kurang memberi perhatian terhadap nasib guru. Padahal guru berperan sangat penting mencerdaskan para siswa di sekolah, sehingga guru diberi julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Memori panjang tentang nasib guru, menjadi spirit untuk memperjuangkan kesejahteraan guru dan dosen dilakukan dengan gigih ketika terpilih menjadi Anggota DPR RI hasil Pemilu 2004. Beberapa bulan duduk di Komisi X DPR RI membidangi pendidikan, Koster tancap gas merancang Undang-Undang tentang Guru, dan berhasil mengajak dan meyakinkan kawan-kawannya di Komisi X dari semua Fraksi mendukung dan berjuang bersama agar Rancangan Undang-Undang tentang Guru menjadi inisiatif DPR RI dan dibahas bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketika merumuskan Rancangan Undang-Undang Guru dan Dosen, Koster sangat aktif berkomunikasi dan berdiskusi dengan PB PGRI termasuk PGRI di Bali untuk mendengar dan menyerap langsung aspirasi para guru berkaitan dengan pengakuan dan peningkatan kesejahteraan. (FKB)