• Gelar Webinar Perlindungan Kekayaan Intelektual Bagi IKM Bali, Ny. Putri Koster Minta Pedagang Perhatikan Aturan Hukum

    FORUM Keadilan Bali – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bali, Ny. Putri Suastini Koster terus mengkampanyekan pentingnya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dengan melakukan gerakan preventif melalui Web Seminar (webinar) dengan tema Perlindungan Kekayaan Intelektual Bagi IKM Bali, yang digelar secara daring dan luring di Gedung Gajah Jayasabha, Selasa (9/5).

    Ny. Putri Koster menyampaikan salah satu kewajiban dari Dekranasda Provinsi Bali mengontrol kerajinan sandang, yaitu kain tenun yang ada di Bali. Sebuah tindakan tegas telah dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dalam melindungi keberadaan kain tenun Bali seperti Songket, Gringsing, Cagcag dan Endek dengan mendaftarkan tenun warisan para leluhur memiliki Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) masyarakat Bali. Secara hukum kain tenun tradisional Bali telah mendapat perlindungan. ”Motifnya tak boleh sembarangan diambil dan tidak boleh sembarangan diproduksi di luar Bali,” ujarnya.

    Melestarikan hal ini, Ny. Putri Koster meminta para pedagang yang menjual kain tenun dipasaran, tidak hanya berdagang dengan sesuka hati, mengikuti alur yang salah mendapatkan keuntungan berlipat. Pedagang seharusnya menjual kain tenun para perajin di Bali malah menjual kain Troso atau kain bordir meniru motif-motif songket yang murah tapi kualitasnya tidak seperti kain songket. ”Kami meminta pedagang mulai memahami aturan hukum yang berlaku saat ini. Kain tenun yang sudah memiliki KIK itu sudah ada dibawah payung hokum, dan jika ada melanggar akan ada sanksinya,’’ ujar Ny. Putri Koster.

    Lebih jauh Bunda Putri Koster sapaan akrab Ny. Putri Koster mengatakan dari hasil survei mahasiswa UNHI di pasaran hanya 13% kain tenun Bali diperjual belikan para pedagang, sisanya 87% para pedagang menjual kain diperoleh dari luar Bali. Secara langsung, apa yang dilakukan para pedagang ini dapat merugikan para penenun yang ada di Bali. Jika hal ini dibiarkan maka penenun di Bali akan punah, karena pekerjaan menenun dianggap tidak memberikan kesejahteraan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.

    Baca Juga :   Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Layani 450.936 Penumpang Selama Cuti Bersama Idul Fitri 2023

    Menurut Bunda Putri, pihaknya akan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga warisan leluhur harus dilaksanakan secara masif, baik sisi dampaknya kepada para penenun, dampaknya kepada eksistensi warisan leluhur maupun dari sisi hukumnya. Masyarakat harus mengetahui hal tersebut. ”Saya yang ada di lembaga tidak ingin mengajak IKM/UMKM bermasalah dengan hokum. Saya selenggarakan webinar ini memberikan pengetahuan dan pemahaman bahwa karya kerajinan sudah dilindungi secara hukum tidak bisa dilanggar. Ini bukan untuk kepentingan saya melainkan untuk para perajin, penenun dan eksistensi pelestarian kain tenun di Bali menjaga warisan para leluhur kita yang adiluhung. Saya harap materi dari Bapak Alexander Palti merupakan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kemenkumham RI, bisa membuka mata hati dan pikiran kita terkait HAKI,” ucapnya.

    Sementara itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kemenkumham RI Alexander Palti, mengatakan Kekayaan Intelektual dapat diajukan pendaftaran atau pencatatannya oleh siapa saja baik secara perorangan maupun badan hukum. Kain tenun Endek, Cagcag, dan Gringsing sudah dicatat memiliki KIK. Untuk itu, ketentuan pasal-pasal pada UU dapat diberlakukan, termasuk sanksi jika terjadi pelanggaran.

    Dia mengungkapkan pada UU Nomor 20 Tahun 2020 terkait Ekspresi Budaya Tradisional dan Ciptaan yang Dilindungi, dijelaskan pada pasal 38 ayat 1 dimana Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. Pada ayat 3 juga dijelaskan bahwa Penggunaan ekspresi budaya tradisional harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya. ”Kain tenun Bali seperti endek, cagcag, gringsing dan lainnya merupakan ekspresi dari budaya tradisional. Jika ini sudah didaftarkan untuk memiliki KIK maka Negara wajib  melindungi,” katanya.

    Lebih lanjut dijelaskan, dalam UU diatur sanksi-sanksi apabila terjadi pelanggaran, seperti diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2020 pasal 113 ayat (1) setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000. Kemudian dipertegas oleh ayat (2) setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000. Dengan adanya payung hukum ini, masyarakat yang sudah mencatatkan produknya memiliki KIK berhak untuk membuat dalil pengaduan kepada penegak hukum karena terjadi pelanggaran. ”Saya harap adanya sosialisasi yang masif dilakukan Dekranasda Provinsi Bali bisa menyadarkan masyarakat umum, baik penjual maupun pembeli semakin sadar bahwa kain tenun sudah tercatat memiliki KIK dan ada aturan-aturan hukum didalamnya yang harus ditaati. Mari kita pahami bersama sehingga warisan budaya yang adiluhung dapat dilestarikan,” pungkasnya.