FORUM Keadilan Bali – Menghadapi ”tsunami informasi’’ tersebar melalui media sosial dan media digital lainnya, termasuk platform asing dikendalikan oleh AI (kecerdasan buatan), Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra mendorong perusahaan media konvensional tergabung dalam wadah Serikat Perusahan Pers (SPS) meningkatkan kolaborasi dan sinergitas.
Hal tersebut diutarakannya saat hadir sebagai pembicara pada acara dialog Nasional Serikat Perusahan Pers (SPS) di Harris Hotel & Convention Denpasar, Kamis (10/8). Dialog digelar serangkaian memperingati HUT ke-77 SPS ini mengusung tema ”Transformasi Industri Media Untuk Bangkit Bersama”.
Sekda Dewa Indra mengutip teori dromologi hasil pemikiran filsuf Paul Virilio. Secara sederhana, dromologi berarti semesta berpikir didasarkan pada prinsip kecepatan. Mengacu pada teori itu, saat ini dunia tengah dikuasai fenomena kecepatan. “Semua minta serba cepat, termasuk informasi. Kalau tidak cepat, seolah kita akan ketinggalan,” ujarnya.
Sekda Dewa Indra mengungkapkan hal itu memicu pertarungan realitas dan virtual. Jika dicermati, saat ini kehidupan post modern dikuasai kehendak virtual. Ia lantas mencontohkan adanya kecenderungan mencitrakan diri sebagai orang kaya, baik hati, cantik dan rupawan di ruang virtual. Padahal secara aktual belum tentu demikian. ”Kita sering tertipu hal-hal yang tersaji secara virtual,” imbuhnya.
Bertolak dari teori dromologi, Dewa Indra berpendapat kalau fenomena kecepatan itu juga membawa implikasi pada dunia pers. Kemunculan medsos dan media berplatform digital menawarkan kecepatan dalam penyebaran informasi menjadi tantangan yang harus dihadapi media konvensional seperti televisi dan surat kabar. Ia berharap perusahaan pers mengelola media konvensional tak cengeng dalam menghadapi fenomena ini. ”Hadapi tantangan ini dengan beradaptasi, meningkatkan kolaborasi dan susun strategi bersama agar bisa tetap survive,” cetusnya.
Dalam beradaptasi, Dewa Indra minta, pengelola media konvensional tetap berpedoman pada kaidah jurnalistik sehingga tetap bisa menjadi media arus utama menyajikan karya jurnalistik berkualitas.
Dewa Indra menyampaikan rasa optimis terhadap keberlanjutan media konvensional. Optimisme itu mengacu pada hasil riset Dewan Pers bekerja sama dengan Universitas Moestopo Beragama pada tahun 2019. Hasil riset menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media konvensional lebih tinggi dibandingkan media siber. Berdasarkan hasil riset, tingkat ketidakpercayaan pada media siber tercatat 25 persen. Sedangkan ketidakpercayaan kepada surat kabar harian 14 persen, surat kabar mingguan/tabloid/majalah berita 17 persen.
Menurutnya, tingkat kepercayaan masyarakat ini merupakan modal bagi media konvensional tetap bertahan. Terlebih, SPS mewadahi media konvensional telah memasuki usia 77 tahun. ”Artinya, selama kurun waktu 77 tahun, SPS tetap eksis dengan beragam tantangan yang telah dihadapi,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum SPS Januar Primadi Ruswita menyampaikan dalam 10 tahun belakangan media digital berkembang sangat pesat dan berimbas pada keberadaan media konvensional. ”Imbasnya sangat terasa, banyak yang terpaksa tutup karena tak mampu bertahan baik alasan ekonomi maupun kesulitan adaptasi teknologi,” ucapnya.
Ia mengajak perusahaan pers yang tergabung dalam wadah SPS mengubah model bisnis agar terhubung dalam ekosistem digital. Namun tetap berada dalam koridor jurnalistik. ”Beradaptasi bukan berarti kita mengikuti sepenuhnya pola platform media digital. Itu nanti akan menjadi ancaman bagi misi suci pers dalam membangun karakter bangsa,” paparnya.
Januar menambahkan, dialog nasional serangkaian HUT ke-77 SPS menjadi momentum bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan untuk membangun jalan bersama. Dikatakan, SPS saat ini beranggotakan 538 perusahaan media akan terus menyerukan penyelamatan pers sebagai warisan bangsa, menjalankan fungsi yang baik dan bermakna.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan media konvensional mampu mengadopsi perkembangan teknologi agar bisa tetap bertahan. Namun, media konvensional juga diingatkan agar tetap menjaga karya jurnalistik agar selalu kualitas.
Sedangkan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Budi Arie Setiadi menyampaikan paparan secara virtual menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap perkembangan media konvensional. Keberpihakan itu teraktualisasi dalam dua Rancangan Peraturan Presiden (Perpres), yakni Rancangan Perpres tentang Kerja Sama Perusahaan Platform Digital dengan Perusahaan Pers untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas serta Rancangan Perpres tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas.