BANGLI, FORUMKEADILANBali.com – Kawasan wisata Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali selain mempesona keberagaman adat dan budayanya juga karena keindahan kaldera Gunung dan Danau Batur. Pesona inilah menyebabkan sejak tahun 2012 lalu Unesco menetapkan kaldera Gunung Batur sebagai salah satu jaringan Unesco Global Geopark (UGGp) sekaligus menjadikan kawasan ini sebagai geopark pertama di Indonesia.
Kaldera Batur bukan hanya mempesona secara visual, tetapi kaya dengan nilai ilmiah, budaya dan ekologisnya yang komplit. Kondisi ini menjadikan kawasan kaldera Batur tidak saja menjadi pusat wisata. Tetapi menjadi pusat pengembangan edukasi dan konservasi bagi generasi mendatang.
Menurut General Manajer Batur Unesco Global Geopark, Wayan Gobang Edy Sucipto, Batur Unesco Global Geopark ke depan akan makin penting bukan saja sebagai kawasan wisata, namun wahana meningkatkan kepedulian terhadap situs-situs geologi. ”Tantangan yang kita hadapi akan makin komplek,” kta Gobang Edy Sucipto dalam sebuah diskusi dengan Forumkeadilanbali.com belum lama ini.
Gobang Edy Sucipto yang juga mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bangli ini mengatakan, pihaknya telah puluhan tahun bergelut dengan Batur Unecso Global Geopark. Dia mengaku memahami apa yang terjadi di kawasan ini. Namun paling penting keberadaan Batur Unesco Global Geopark membuktikan bahwa potensi yang ada di sekitar Kaldera Batur bukan saja diakui dunia. Selain memberikan harapan bagi peningkatan kesejahteraan warga sekitar. ”Kita tinggal mengelola dengan baik, melakukan kordinasi dan konunikasi dengan pihak-pihak yang terkait,” ucap Gobang Edy Sucipto seraya menambahkan saat ini Badan Pengelola Batur Unecso Global Geopark tengah berupaya menyusun strategi dan program yang nantinya benar-benar mampu memberikan manfaat bagi pengembangan dan pelestarian situs-situs yang ada di kawasan Kaldera Batur.
Sekedar mengingatkan, Gunung Batur yang menjulang dengan kaldera raksasa dan danau berkilauan di kakinya adalah ikon utama geopark ini. Visual ini bukan saja menawan untuk wisatawan domestik, tetapi telah tersohor ke seluruh dunia jauh sebelum hingar bingar dan gemerlap kepariwisataan di Bali. Kaldera Batur terbentuk dari letusan dahsyat sekitar 29.300 tahun lalu, salah satu letusan terbesar dalam sejarah geologi Indonesia.
Letusan pertama menghasilkan kaldera luar berukuran sekitar 13,8 x 10 km, sedangkan letusan kedua membentuk kaldera dalam di dalamnya. Fenomena kaldera ganda ini menjadikan kawasan ini sebagai laboratorium alam yang penting untuk studi vulkanologi. Kaldera ini memiliki dua struktur konsentris, yaitu kaldera luar dan kaldera dalam, yang menjadi contoh penting dalam studi vulkanologi global (Sudradjat, 2015).
Para ahli geologi menganggap kawasan ini sebagai laboratorium alami yang luar biasa. Lava beku dari letusan 1917 dan 1926 masih bisa disaksikan dengan jelas, memberi gambaran konkret tentang dinamika vulkanik yang aktif (Geological Agency of Indonesia, 2022). Melalui jalur-jalur interpretatif, pengunjung diajak memahami proses geologi yang membentuk bumi, menjadikan wisata ini tidak hanya rekreatif tetapi juga edukatif.
Secara visual sejarah letusan vulkanik Gunung Batur bisa disaksikan di Museum Gunung Api Batur yang berdiri dengan gagah dan anggun di objek wisata Penelokan. Museum Gunung Api Batur berada langsung di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain dalam bentuk vidual museum Gung Api Batur juga menawarkan ratusan artefak tentang kegunungapian yang berasal dari seluruh Indonesia.
Warisan Budaya yang Menyatu dengan Alam
Keunikan Batur tidak hanya pada lanskapnya, tetapi juga dalam kehidupan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Budaya Bali sarat dengan kearifan lokal dan spiritualitas sangat kental di kawasan geopark ini. Salah satu contoh paling mencolok adalah keberadaan Pura Ulun Danu Batur, tempat suci yang menjadi pusat pemujaan terhadap Dewi Danu, dewi air dan danau dalam kepercayaan Hindu Bali. Pura ini menjadi simbol relasi harmonis antara manusia dan alam, yang dikenal dengan konsep Tri Hita Karana, tiga penyebab kebahagiaan hubungan baik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam (Windia & Dewi, 2010).
Contoh lain tentang keunikan adat dan budaya adalah eksistensi kuburan unik di Desa Trunyan yang berlokasi di sisi timur Danau Batur. Keunikan kuburan di Desa Trunyan tidak saja dari prosesi penguburan jazadnya, namun juga pada philosopi yang dikandungnya. Ketika ada warga Desa Trunyan yang meninggal dunia secara tidak wajar, maka jazad yang bersangkutan tidak akan dikubur dalam tanah, namun hanya dibaringkan di areal kuburan. Anehnya, jazad warga tadi tidak akan memunculkan bau yang tidak sedap.
Konon menurut warga setempat, hal ini diakibatkan keberadaan pohon Menyan yang tumbuh subur di areal kuburan ini. Secara philosofis masyarakat setempat menyakini, bahwa tubuh manusia terbentuk dari unsur bumi maka ketika meninggal maka akan dikembalikan ke bumi secara alami. Secara philosofis proses ini juga mencerminkan kesederhanaan hidup dan penerimaan tentang siklus kematian.
Konservasi dan Edukasi untuk Generasi Masa Depan
Sebagai bagian dari jaringan global, Batur Unesco Global Geopark berkomitmen pada tiga pilar utama: konservasi, edukasi, dan pembangunan berkelanjutan. Pemerintah daerah bersama masyarakat lokal dan akademisi bekerja sama dalam menjaga geodiversity dan biodiversity, termasuk flora dan fauna endemik di sekitar Gunung Batur dan Danau Batur. Upaya konservasi dilakukan melalui edukasi kepada masyarakat dan wisatawan. Sekolah-sekolah yang berada di Kabupaten Bangli sejak tahun 2013 lalu sudah mulai mengintegrasikan pembelajaran geosains dan lingkungan berbasis geopark. Lembaga seperti Badan Pengelola Batur Unesco Global Geopark juga aktif mengadakan pelatihan, seminar, dan kegiatan eksplorasi bagi pelajar dan peneliti. Pelatihan dan seminar yang digelar bukan saja mencakup upaya konservasi, namun juga upaya pemberdayaan masyarakat sekitar diantaranya terkait dengan keberadaan Kopi Arabika Kintamani. (jelantik)

