FORUM Keadilan Bali – Lontar milik keluarga besar Bendesa Kubayan Batur di Desa Adat Batur, Kintamani, Bangli dikonservasi Unit Lontar Universitas Udayana (ULU). Lontar yang memuat penjelasan sejarah keluarga itu dikonservasi di salah satu merajan keluarga Bendesa Kubayan Batur di Desa Adat Batur, Kamis (23/11).
Lontar terdiri atas 18 lembar itu selama ini tersimpan di Pura Bendesa Kubayan Batur. Saat ini pura tersebut sedang direnovasi, sehingga lontar ditempatkan di salah satu merajan. Berdasarkan hasil analisa tim konsrvasi, terlihat kondisi lontar yang mengalami kerusakan sedang. Ada dua lembar patah, dan beberapa lembarnya juga aus. Beruntung lontar masih bisa dibaca.
Ketua Tim Konservasi ULU yang juga Sekretaris Putu Eka Guna Yasa, S.S., M.Hum., mengatakan kerusakan lontar disebabkan faktor usia, kondisi cuaca, serta perawatan yang tidak pas. Seperti diketahui, Batur memiliki cuaca yang lembab sehingga berpeluang merusak naskah. ”Sampul atas lontar dalam kondisi rusak, aus dan patah menjadi dua bagian. Sementara lontar intinya mengalami kerusakan pada lembar pertama dan ketiga. Lembar pertama aus dan putus menjadi tiga, dan lembar ketiga juga mengalami aus dan putus menjadi dua,” kata dosen di Prodi Sastra Bali Unud ini.
Dia menjelaskan lontar konon ditulis tahun 1970-an itu lapuk karena dimakan usia. Selain itu, faktor cuaca dan kurangnya penanganan secara benar turut mempengaruhi pelapukan naskah. ”Melihat kondisi itu, kami kemudian membersihkan naskah tersebut dengan cairan minyak sereh dan arang kemiri. Selain itu, sesuai permintaan pemilik lontar kami juga melakukan digitalisasi,” kata dia.
Panglingsir Warga Bandesa Kubayan Batur, Guru Wayan Kridit mengatakan lontar tersebut adalah warisan keluarga besarnya. Ia mengatakan Bendesa Kubayan Batur merupakan salah satu keluarga (klan) yang ada di Desa Adat Batur, di mana leluhurnya terdahulu pernah menjabat sebagai kubayan, yakni pemimpin desa di era Bali Kuna. Kubayan sendiri sepadan dengan kepala desa atau bendesa pada konteks hari ini. ”Saat ini warga kami berjumlah 113 kepala keluarga. Selain ada berada di luar Desa Adat Batur, dibuktikan dengan beberapa orang yang sempat datang ke kami karena petunjuk spiritual san menyatakan bahwa mereka berasal dari Batur,” ucapnya.
Terkait keberadaan lontar, Guru Wayan Krodit mengaku lontar tersebut sangat disakralkan. Lontar hanya diturunkan ketika ada upacara-upacara tertentu. ”Sekarang kebetulan kami sedang melakukan renovasi pura. Kami meminta bantuan dari ULU untuk turun meneliti, konservasi, dan medokumentasikannya. Harapannya, nanti informasi yang tersurat di lontar bisa kami pelajari untuk masa depan. Melindungi warisan leluhur kami ini,” paparnya.
Guru Wayan Kridit mengucapkan terima kasih atas partisipasi ULU. Menurutnya gerakan seperti itu harus terus digiatkan. ”Terima kasih pada Universitas Udayana. Ke depan program seperti ini harus terus dilanjutkan agar warisan budaya kita tetap lestari,” tandasnya.