• Ny. Putri Koster Ajak Daerah Lain Kembangkan Kekayaan Intelektual Komunal

    FORUM Keadilan Bali – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali, Ny Putri Suastini Koster mengharapkan produk kekayaan intelektual komunal dan produk dengan indikasi geografis agar diproduksi secara penuh di daerah asal sehingga mampu menghadirkan citra eksklusif, tidak semata jadi mass product yang diproduksi di daerah lain mengejar keuntungan.

    ”Produk dibuat di daerah asal, masyarakat se-Indonesia bisa memasarkan, dan kalau bisa dipakai masyarakat internasional,” kata Ny. Putri Koster saat menjadi narasumber dalam Seminar dengan  topik ”Kekayaan Intelektual Komunal & Indikasi Geografis Lindungi Komoditi Indonesia” di Bidakara Hotel Jakarta, DKI Jakarta, Selasa (22/11).

    Ny Putri Koster menjelaskan, Bali memiliki kekayaan intelektual komunal dalam bentuk tenun tradisional endek, kain songket hingga tenun ikat grinding sempat bermasalah selama puluhan tahun. Pasalnya produksi tenun khas tersebut diproduksi di daerah lain, dengan proses jauh dari tata cara tradisional aslinya. Hal ini tak pelak memberikan dampak lesunya perajin dan penenun lokal. ”Kalau dibiarkan, penenun kita tidak laku barangnya, sehingga ekonomi tidak bergerak di Bali karena uangnya lari keluar. Kalau lama dibiarkan akan terjadi sentralisasi produksi di satu daerah,” ujarnya.

    Sosok pendamping orang nomor satu di Provinsi Bali ini mengungkapkan pelestarian warisan budaya adiluhung lokal akan mati akibat adanya industri skala besar mematikan perajin lokal. ”Saya berpikir bagaimana melindungi perajin lokal dari hulu sampai hilir. Di hulu kita dorong pendaftaran akan HAKI dan KIK-nya. Di hilir kita jamin perlindungan hak-hak mereka,” ucap seniman serba bisa ini.

    Dia menjelaskan Bali siap menjadi etalase produk-produk kerajinan hasil kekayaan intelektual komunal dari seluruh Indonesia statusnya sebagai kawasan wisata dunia. Seperti saat KTT G20 kain Gringsing tradisional jadi souvernir resmi KTT G20 baru-baru ini, dan endek tampil memukau saat dipakai digala dinner kepala-kepala negara.  ”Bali siap jadi Hub-nya, etalasenya. Dijelaskan gamblang, ini batik Jawa, ini tenun NTT dan sebagainya. Saya yakin ke depan akan menimbulkan kesadaran masyarakat dibantu perlindungan Kekayaan Intelektual dari Kemenkumham. Sehingga produk-produk ini bisa jadi trade mark bagi daerah masing-masing,” ungkapnya.

    Sementara itu, Miranda Risang Ayu, penulis dan Head of IP Center on Regulation & Application Studies, Faculty of Law, Universitas Padjadjaran mengatakan, dasar hukum perlindungan KIK dan indikasi geografis sejatinya sudah diberlakukan di Tanah Air. ”Kita sudah punya sistemnya. Paling tidak ada dasar hukumnya. Kepentingan komunitas dan pencegahan perlindungan dari penyalahgunaan, penipuan atau misrepresentasi. Misalnya, kain endek dari Bali, jika ada  diproduksi di tempat lain maka HAKI komunal melindungi. Teorinya begitu,” tandas Miranda.

    Perlindungan karya komunitas seperti milik adat, kata Miranda, dapat secara signifikan berperan dalam peningkatan pendapatan komunitas tersebut. Begitu pula Indikasi geografis jadi  hak eksklusif komunitas. Bisa menjadi jaminan reputasi dan jaminan kualitas produknya. Pelestarian lingkungan hingga menciptakan pasar ceruknya sendiri.

    Seminar diikuti ratusan peserta dari seluruh Indonesia rangkaian Roving Seminar Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI dan Menteri Yasonna Mendengar sudah dilaksanakan di Sumatera Utara, Solo dan DIY, serta Sulawesi Selatan dan terakhir dilaksanakan di DKI Jakarta.

    Ny Putri Suastini Koster dalam momen tersebut didaulat menerima penghargaan sebagai tokoh berperan aktif dalam memacu pertumbuhan kreativitas dan inovasi Kekayaan Intelektual  dalam pemulihan ekonomi nasional.