FORUM Keadilan Bali – Tumpek Wariga dikenal dengan sebutan Tumpek Pengarah, Tumpek Pengatag, Tumpek Uduh, atau Tumpek Bubuh diperingati umat Hindu setiap enam bulan sekali, tepatnya Saniscara Kliwon Wuku Wariga.
Pemerintah Kota Denpasar secara khusus melaksanakan Upacara Wana Kerthi dan Nguduh Sarwa Tumuwuh dalam rangka memperingati Tumpek Wariga yang dipusatkan di Pura Agung Lokanatha Denpasar, Sabtu (8/7).
Upacara tersebut dihadiri Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa, Ketua DPRD Kota Denpasar I Gusti Ngurah Gede, Sekda Kota Denpasar IB Alit Wiradana, Ketua MDA Kota Denpasar AA Ketut Sudiana, Ketua PHDI Kota Denpasar I Made Arka serta perwakilan Polresta Denpasar, Ketua TP PKK Kota Denpasar Ny. Sagung Antari Jaya Negara, Ketua GOW Kota Denpasar Ny. Ayu Kristi Arya Wibawa beserta pimpinan OPD di lingkungan Pemkot Denpasar.
Diiringi suara kidung dan gender wayang, rangkaian upacara peringatan Tumpek Wariga diawali dengan ngaturang upakara, dilanjutkan dengan ngelis dan persembahyangan bersama dipuput Ida Pedanda Gede Putra Keniten, Griya Tainsiat. Usai persembahyangan, Wali Kota Jaya Negara bersama jajaran turut melaksanakan upacara Nguduh Sarwa Tumuwuh. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan persembahan kepada tumbuh-tumbuhan menggunakan persembahan bubuh lima jenis warna.
Dalam Tutur Lontar Bhagawan Agastyaprana, kelima jenis bubuh tersebut pertama, bubur (bubuh) beras putih dihaturkan kepada tumbuh-tumbuhan penghasil umbi-umbian. Kedua, bubur (bubuh) beras merah dihaturkan kepada tumbuh-tumbuhan menghasilkan biji-bijan. Ketiga, bubur (bubuh) sumsum hijau (kayu sugih) dihaturkan kepada pepohonan yang berbuah melalui penyerbukan bunga putik, seperti mangga, klengkeng, wani, kelapa, prapat (mangrove), dan lainnya. Keempat, bubur (bubuh) ketan (warna kuning) dihaturkan kepada pepohonan yang berbuah pada batang, seperti nangka, durian, langsat, kepundung, dan lainnya. Kelima, bubur (bubuh) beras injin (beras hitam) dihaturkan kepada tumbuh- tumbuhan dan tanaman hias yang menghasilkan bunga, daun warna-warni, atau minyak harum.
Bubur tersebut kemudian ditempelkan pada pohon setelah ditoreh sedikit sembari mengucapkan sesapa. ”Kaki-kaki, Nini-nini, sarwa tumuwuh. Niki tiyang ngaturin bubuh mangda ledang tumbuh subur, malih selae lemeng Galungan. Mabuah apang nged, nged, nged,”. Hal itu dimaksudkan agar pohon berbuah dan berbunga banyak agar dapat dipersembahkan saat Galungan nanti.
Wali Kota Jaya Negara mengatakan, peringatan Tumpek Wariga atau Tumpek Bubuh di Kota Denpasar rutin dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan Instruksi Gubernur Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perayaan Tumpek Wariga dengan Upacara Wana Kerthi. Di Kota Denpasar, selain upacara Wana Kerthi juga dilaksanakan Upacara Nguduh Sarwa Tumuwuh atau memberikan persembahan bubuh bagi tumbuh-tumbuhan.
Lebih lanjut Jaya Negara mengungkapkan saat Tumpek Wariga upacara umumnya dilakukan di kebun atau tegalan. Umat Hindu menghaturkan sesaji berupa canang dan bubur dari tepung beras yang dipersembahkan untuk Dewa Sangkara, yang merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai Dewa tumbuh-tumbuhan.
Jaya Negara menambahkan, Tumpek Wariga merupakan hari untuk memberi penghormatan kepada alam dan lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan. Sehingga perayaan Tumpek Wariga merupakan penjabaran dari salah satu inti konsep Tri Hita Karana, yakni membangun hubungan harmonis antara manusia dengan alam. ”Mari kita bersama, umat Hindu dimanapun berada menjadikan Tumpek Wariga ini sebagai momentum meningkatkan sradha bhakti, wujud syukur kepada alam semesta yang telah memberikan anugrah kekayaan alam, dengan menyucikan dan memuliakan tumbuh-tumbuhan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi umat manusia,” ujar Jaya Negara.