FORUM Keadilan Bali – Menjalankan bisnis skala besar atau kecil agar bisa tetap berlanjut atau sustainable, dua hal penting menjadi kunci, yakni menjaga atau menyeimbangan antara kepentingan mendapat keuntungan dan dampak sosial ke masyarakat atau social impact.
Hal tersebut disampaikan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Patra Niaga, Harsono Budi Santoso dalam Pertamuda Workshop Series Kedua secara daring, Kamis (21/9).
Harsono Budi Santoso menyampaikan, Pertamuda Workshop Series merupakan rangkaian dari kegiatan kompetisi ide bisnis Pertamuda Seed and Scale diselenggarakan PT Pertamina (Persero) mendorong tumbuhnya bisnis rintisan dari kalangan mahasiswa. Tahun ketiga ini, Pertamuda membuat kategori tambahan yaitu Energy Founder untuk mendorong bermunculannya ide-ide bisnis bidang energi dari mahasiswa.
Dia menjelaskan, kegiatan Pertamuda tersebut berlangsung sejak 30 Agustus lalu akan ditutup tanggal 28 Oktober 2023. Selanjutnya dilakukan kurasi menentukan peserta yang dapat mengikuti babak demoday dan final pitch akan berlangsung akhir November 2023. ”Momen Pertamuda Workshop seperti ini cukup tepat menjadi jalur komunikasi antara Pertamina sebagai industri dengan kalangan akademis mahasiswa sehingga bisa saling sharing apa yang terjadi di industri untuk bisa menjadi bahan kajian,” ujarnya.
Harsono Budi Santoso memaparkan, workshop diikuti 771 dari 314 perguruan tinggi serta peserta umum ini, bagaimana Pertamina dalam sejarahnya memiliki kompetensi organisasi saat tumbuh hingga berkembang dan bisa sustain. Secara teknologi Pertamina jauh lebih siap dibandingkan 10 tahun lalu. Selama 15 tahun, bisnis Pertamina mengalami perubahan bisnis yang dilakukan Pertamina sebagai contoh perubahan penjualan minyak tanah menjadi LPG dengan tujuan berkontribusi dalam pengurangan climate crisis. Kemudian perubahan konvensional oil menjadi biodiesel sebagai bentuk kontribusi pengurangan gas emisi.
Lebih lanjut Harsono Budi Santoso mengemukakan, saat ini challenge Pertamina tetap bertahan adalah transisi energi. Pertamina persiapkan menjawab challenge ini dengan memastikan scale bisnis baru sudah benar dan teknologi yang baru dibuat siap berjalan. Kemampuan secara ekonomi dari masyarakat sehingga bisnis dapat berjalan dan mendapat profit lalu perlu dipastikan bisnis alignment dengan aturan yang ada serta mendapat dukungan stakeholder bekerja sama.
Harsono Budi Santoso mengaku tiga hal perlu diperhatikan dalam perubahan bisnis yaitu produk, infrastruktur dan customer. Sebagai contoh perubahan lifestyle masyarakat dengan mengubah minyak tanah menjadi LPG sehingga memerlukan produk baru yaitu LPG. Dari sisi infrastruktur kinerja partnership dalam mendistribusikan LPG ke seluruh kawasan Indonesia. ”Sustainable bisnis tidak hanya berhenti pada profit saja, namun perlu ada awareness untuk safety. Sehingga kedepan bisa mengecek di setiap prosesnya menjaga kualitas dan menghindari ketidaksesuaian prosedur agar produk sampai kepada customer dan dapat digunakan oleh customer dengan benar,” tandasnya.
Sementara itu, narasumber lainnya yakni Heinrich Vincent, CEO & Founder Bizhare bercerita singkat tentang awal mula berdirinya platform investasi bisnis bagi UMKM hingga startup ini hingga bisa berkembang besar dan dipercaya mengelola dana cukup besar, baik dari mitra investor maupun pelaku usaha seperti UMKM.
Kata Heinrich Vincent, dua aspek penting sisi profit dan impact social harus tetap dijaga agar sebuah bisnis bisa sustainable. ”Banyak di dunia startup baru berdiri bisa langsung menghasilkan profit tanpa harus membakar uang dahulu atau burning money seperti waktu lalu. Kunci sustainable itu seperti tema ”Pertamuda Workshop” yaitu sustainable business practices : balancing profit and impact,” ujar pria yang pernah masuk Forbes 30 under 30.
Social Impact dalam bisnis merupakan dampak positif yg diberikan bisnis yang dapat menjadi jawaban bagi permasalahan di masyarakat, dengan adanya manfaat permasalahan tersebut maka akan menghasilkan profit pada bisnis. Menurut UNDP ada 17 kriteria bisnis yang bisa menyelesaikan permasalah dunia. Seperti bisnis pengentasan kemiskinan, kelaparan, kesetaraan gender dan lain-lain.
Empat langkah untuk mengeksekusi keseimbangan antara social impact dan profit menurut Heinrich adalah, problem apa yang mau dijawab atau solving, dalam membangun bisnis perlu memilih masalah yang ingin diselesaikan serta apa tantangannya untuk bisnis bisa menjawab. Solusi yang dibuat perlu sesuai dengan masalah, produk turunan atau hasil dari bisnis yang dibuat perlu disesuaikan dengan masalah yang telah dipilih serta perkembangannya.
Besaran ukuran market yg disasar, melakukan riset untuk melihat ukuran pasar atau customer yang akan diperkiraan akan terkena dampak bisnis. Diharapkan jangan membuka bisnis yang memiliki ukuran market yang kecil. ”Orang mau membayar bisnis kita, melakukan tes memastikan produk yang bisnis kita hasilkan ditawarkan dan dibeli masyarakat. Orang rela membayar untuk namb. Jika orang rutin dan terus menerus menjadi feed dengan produk kita berarti itu bisnisnya sustainable,” tutur Heinrich.
Heinrich Vincent menyatakan, skema bisnis jangan sampai menjadikan profit atau orientasi pada uang semata. Tak kalah pentingnya, dampak dari kegiatan bisnis itu kepada masyarakat. ”Bisnis yang dijalankan menjadi solusi masyarakat mengatasi kesenjangan sosial, menjadi solusi juga kepada masyarakat sehingga harapannya berbisnis itu dengan sendirinya profit akan mengalir ke kita,’’ paparnya.
Dia menggaris bawahi bahwa bisnis itu harus bisa meraih profit atau untung. Artinya, financial omset yang masuk lebih besar dari operasional dikeluarkan alias harus untung. Jangan hanya semata kepentingan sosial namun harus bisa menyeimbangkan dan bisa menghasilkan keuntungan untuk pengembangan bisnis dan lainnya.