FORUMKeadilanbali.com – Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas salah satu penyebab belum optimalnya produktivitas kakao di Bali. Permasalahan sama terjadi di seluruh Indonesia, sehingga produktivitas kakao Indonesia belum mampu bersaing di pasar global.
Founder Cau Chocolates Bali Dr. Ir. I Wayan Alit Artha Wiguna, M.Si., menyampaikan terdapat beberapa masalah dalam budidaya kakao, salah satu utama SDM dari pengelola perkebunan kakao. “Mereka memiliki berbagai keterbatasan, terutama dari pengetahuan dan skill,” kata Alit Wiguna saat menjadi narasumber dalam kuliah umum diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa (FP-Unwar) di Denpasar, Sabtu (15/6).
Alit Wiguna merupakan penyuluh Pertanian Utama BPSIP Bali mengatakan selain keterbatasan SDM, faktor yang mempengaruhi produktivitas kakao yaitu karena petani berusaha tani pada tanah kurang baik. Intinya tanah kondisi lelah. Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan penggunaan pupuk.
Alit Wiguna mengungkapkan berdasarkan data Indonesia Investments, 90% produksi kakao di Indonesia berasal dari petani dengan keterbatasan finansial dan peralatan.Kondisi ini turut berperan dalam penurunan produksi.
Alit Wiguna menambahkan terdapat beberapa prinsip budidaya kakau mesti dilakukan agar mampu berproduksi secara optimal. Salah satunya pemenuhan nutrsi atau keseimbangan nutrisi. Tanaman memerlukan sinar yang cukup. Pengendalian hama-penyakit dilakukan secara baik dan selaras dengan alam.
Kaprodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Dr. Ir. Gusti Bagus Udayana, M.Si., menyatakan perubahan iklim mempengaruhi dan menjadi penyebab dari penurunan produktivitas kakao. Selain perubahan iklim, penurunan produkvitas sangat dipengaruhi juga oleh serangan hama. ”Fenomena ini menyebabkan coklat kita belum mampu bersaing di pasar global. Menghadapi permasalahan seperti ini maka perlu dilakukan inovasi dalam budidaya kakao di tingkat petani,” papar Udayana.
Udayana mengakui permasalahan petani kakao berikutnya adalah pemasaran produk, petani menghadapi akses pasar yang terbatas. Petani pada sisi lain dihadapkan pada harga yang fluktuatif, seperti rendahnya harga pada masa panen. (nom)