FORUMKeadilanbali.com – Puluhan guru Pendidik Anak Usia dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak TK di Kota Denpasar bermain permainan tradisional lewat workshop dibimbing maestro Made Taro, Senin (3/5).
Para guru biasanya mengajar anak-anaknya bermain, kali ini diajari permainan yang mengasyikan. Suasana riang dan gembira karena anak-anak betul-betul menikmati permainan tradisional yang biasa dilakukan para siswa mereka.
Workshop permainan tradisional digelar serangkaian dengan Rare Bali Festival (RBF) berlangsung di Rumah Budaya Penggak Men Mesri. Aktivitas budaya, khususnya permainan tradisional digelar Penggak Men Mersi berkolaborasi dengan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Denpasar dibimbing Maestro Made Taro bersama Gede Tarmada. Sementara peserta guru -guru tergabung dalam IGTKI Kota Denpasar 60 orang.
Workshop dibuka Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga diwakili Kabid Pembinaan SD Nyoman Suryawan. Acara dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Denpasar diwakili Kabid PHA, Ketua IGTKI PGRI Kota Denpasar dan jajaran pengurus IGTKI se- Kota Denpasar.
Ketua IGTKI Kota Denpasar Ni Nyoman Puspitawati Yasa mengatakan workshop bersama Pak Made Taro menghadirkan lima permainan tradisional akan dilombakan pada saat RBF digelar bersamaan Hari Anak 23 Juni 2024. Kegiatan dibagi dua, pertama workshop permainan tradisional, dan workshop mendongeng dan puisi. ”Kami diberikan workshop lima jenis permainan tradsionnal Bali,” katanya.
Puspita Yasa mengungkapkan workshop permainan tradisional melibatkan guru-guru PAUD dan TK dengan harapan bisa mendapatkan pelatihan permainan tradisional nantinya diajarkan di sekolah masing-masing. Permainan tradisional itu merupakan budaya lokal berkembang di ruang sempit karena diserbu dengan gadget dan permainan modern lainnya. ”Sebelum mengenal budaya nasional dan internasional, mereka diajak mengenal budaya lokal. Ikutilah kegiatan dengan sebaik mungkin,” ungkapnya.
Perwakilan Kadisdikpora Nyoman Suryawan menggapresiasi kegiatan diinisiai Penggak Men Mersi. Kegiatan ini bermakna positif pelaksanaan serangkaian kegiatan budaya di Bali. Kegiatan ini nantinya bisa membangkitakan semangat anak-anak didik dalam melatih kreativitas, inovasi dan pengembangan diri. ”Anak-anak sekarang cendrung bermain gadget. Lewat seni budaya lokal kita jaga ini sejalan visi misi pemerintah kota kreatif, berbudaya dan maju,” ucapnya.
Klian Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita mengatakan workshop direspon sangat positif guru-guru PAUD dan TK di Kota Denpasar. Padahal, guru-guru luar kota banyak ingin terlibat dalam workshop melatih mental dan karakter. ”Kedepan kita akan libatkan guru-guru dari kabupaten lain,” ucap Wahyu bersemangat.
Menurutnya, workshop untuk menuju RBF tahun 2024 akan digelar bersamaan dengan Hari Anak di Kota Denpasar. Workshop ini sebagai persiapan lomba permainan tradisional pada RVF nanti. ”Ini penting mempersiapkan diri, sekaligus menyamakan persepsi yang terjadi di permaian tradisional akan dilombakan,” jelasnya.
Wahyu menjelaskan festival ini mengangkat tribute Made Taro, yakni meneropong karya-karya beliau selama lebih dari 50 tahun berjuang, kemudian mewariskan budaya permanainan tradisional dan mendongeng. ”Saat ini perubahan begitu cepat, itu perubahan teknologi atau perangkat berubah setiap detik. Sehingga guru PAUD dan TK menyipakan solusi menangkal pemngaruh negative terhadap perubahan itu,” ucapnya.
Dia mengungkapkan di tengah teknologi cepat dapat menampilkan bren merevolusi mental sangat perlu diguangkan. Diawal festival ini digelar, ada kasus anak mencuat, yakni Anjelin, sekarang RBF ada di tengah isu anak-anak melompat bunuh diri dan kasus gasa serta banyak persoalan anak-anak lainnya. ”Kekeliruan ini, pada si pendidik, rumah atau pemerintah tak tanggap regulasi?” tanyanya.
Melalui SBF ini, lanjutnya, Penggak Men Mersi terus menamankan ajaran kearipan lokal di tengah perkembangaan jaman atau di tengah anak-anak berproses banyak yang hilang. Seperti hilangnya, anak-anak yang jemet, anak-anak yang urati. Begitu pula, ketika karekter anak-anak hilang, maka sekarang anak-anak krisis mental dan etika. (nom)