• Gubernur Wayan Koster Larang Pembangunan Terminal LNG di Areal Hutan Mangrove

    FORUM Keadilan Bali – Gubernur Bali, Wayan Koster mendapatkan apresiasi tepuk tangan dari DPRD Provinsi Bali yang hadir dalam Rapat Paripurna ke-19 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022, di Ruang Sidang Utama Kantor DPRD Provinsi Bali, Senin (18/7/2022).

    Orang nomor satu di Pemprov Bali ini dengan tegas menyatakan Perusda Bali tidak boleh membangun di areal hutan mangrove dan menganggu terumbu karang ada di kawasan Desa Sidakarya, Desa Sesetan, Desa Serangan, Desa Intaran, plus di Desa Pedungan, Kota Denpasar terkait adanya rencana pembangunan Terminal Liquified Natural Gas (LNG).

    Rapat Paripurna DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022 membahas agenda terkait Laporan Dewan terhadap Pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022 – 2042 dan Penandatanganan Kesepakatan Substansi Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022-2042 ini dihadiri Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Ketua DPRD Provinsi Bali, Nyoman Adi Wiryatama beserta anggota DPRD Provinsi Bali.

    Gubernur Wayan Koster dalam sambuatnnya mengatakan, pihaknya akan membangun infrastruktur darat, laut, udara secara terkoneksi dan terintegrasi harus dituangkan dalam Perda RTRW Provinsi Bali. Menjadi kebutuhan strategis Bali dan perkembangan dinamika ke depan yang harus diantisipasi dalam Perda RTRW Provinsi Bali ini, diantaranya yang perlu menjadi perhatian semua yaitu

    Pulau Dewata memerlukan mandiri energi dengan energi bersih.

    Mengapa perlu mandiri energi, kata Wayan Koster, kebutuhan energi di Bali tidak cukup hanya melihat saat ini lampu menyala, listrik hidup, tapi harus berfikir strategis ke depan bahwa dari mana energy listrik itu ada untuk menyalakan lampu. ”Jadi itu harus difikirkan,” ujar Gubenrur Koster.

    Gubernur Koster menyatakan, pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan konteks ini yang mau disampaikan, bahwa Bali saat ini memiliki ketersediaan energi sekitar 1.153 MW, Sedangkan kebutuhan Bali saat masa normal atau sebelum pandemi mencapai 940 MW dan 30 persen dipenuhi dengan cara lain. Tetapi dari 1.153 MW itu, lebih dari 300 MW disalurkan dari Paiton (luar Bali/Jawa Timur, red) melalui kabel bawah laut.

    Gubernur Koster mengungkapkan, tujuan ini sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Pulau Dewata harus mandiri energi ke depan dan bukan mempunyai energi bersumber dari batubara atau bahan bakar fosil, tetapi dari energy bersih. ”Alasannya supaya alam, udara dan hidup kita menjadi lebih bersih, sehat serta citra pariwisata Bali menjadi lebih baik,” kata Gubernur Bali jebolan ITB ini.

    Gubernur Koster mengaku kebutuhan energi bersih sangat diperlukan, mengingat penduduk Bali yang jumlahnya 4,3 juta. Namun Bali sebagai destinasi wisata dunia, menjadikan populasi sumber daya manusia di Bali bertambah menjadi 17 juta yang disumbangkan oleh wisatawan domestik dan mancanegara pada tahun 2019 atau sebelum pandemi Covid – 19. Ke depan pemenuhan terhadap kebutuhan energi baik domestik, pariwisata, dan industri harus memiliki kepastian serta harus menjadi perhatian titik fokus semua.

    Atas dasar itu, Gubernur Koster melakukan proteksi secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya Bali untuk kepentingan masa depan Pulau Dewata, supaya tidak terlalu banyak tergantung dari luar. ”Makin banyak kita bergantung dari luar, makin berbahaya buat kehidupan masyarakat kita di masa akan datang dan anak cucu kita,” ujar Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini seraya menyatakan generasi di Bali akan terus berlanjut dan tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa akan dating. Selain berdampak secara lokal di Bali, termasuk perubahan politik, ekonomi, maupun perubahan lainnya akan terjadi di masa depan bangsa Indonesia harus di mitigasi.

    Bagaimana cara mitigasinya, lebih lanjut mantan Peneliti Balitbang Depdikbud RI ini menyatakan, dilakukan dengan memberdayakan semua sumber daya alam yang ada di Bali sebagai sumber kehidupan dasar di dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari. Salah satu contoh dapat dilakukan dengan memanfaatkan produk – produk lokal, bukan malah memanfaatkan produk impor. ”Kalau kita punya beras Bali, salak Bali, hingga manggis Bali gunakanlah produk lokal kita. Jangan malah tergiur produk impor. Kita harus memberdayakan semua sumber daya alam dari Bali yang luar biasa ini,” jelas  Wayan Koster yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.

    Dia menjelaskan, kebutuhan sehari – hari adalah listrik. Tanpa listrik, lampu tidak bisa menyala, sejumlah kebutuhan rumah tangga butuh listrik. ”Terus terang Pemerintah Pusat mau nambah lagi 500 MW di Sanur, saya tolak. Mengapa, karena saat itu saya sampaikan, 340 MW di Sanur dari Paiton akan saya fungsikan sebagai sub sharing dan tidak menjadi saluran utama, Namun hanya disalurkan ketika terjadi masalah di Bali. Saya mau membangun pembangkit tenaga listrik,” ungkap Gubernur Koster seraya menegaskan dalam konteks mandiri energi, itu sudah menjadi prinsip.

    Gubernur Bali mnegkaskan, pihaknya  sedang berjuang agar pembangkit tenaga listrik di bangun di Bali dengan energi bersih. Astungkara PLN meresponnya, di mana tahun 2022 ini dibangun 2 x 100 MW berbahan bakar gas, yang semula rencananya akan dibangun di Jawa Timur dipindah ke Bali, di Pesanggaran, Denpasar. Karena di Pesanggaran sudah dibangun 2 x 100 MW dan sebelumnya ada PLTG 250 MW maka dengan gas sudah punya 450 MW di sana. “Kita butuh terminal LNG dengan pilihan di mana akan dibangun supaya efisien. Kebutuhan energi yang tinggi konsumennya di Bali Selatan, yaitu Denpasar, Badung, dan Gianyar, maka pilihan lokasinya juga di sana. Apa bisa dibangun ditempat lain seperti di Celukan Bawang, Buleleng, bisa. Tapi kebutuhan di sana kan kecil dan untuk

    menyalurnya perlu teknologi serta peralatan yang mahal lagi hingga tidak

    efisien," tambah Wayan Koster sembari menegaskan kalau dibangun di Bali Utara jaraknya terlalu jauh, sehingga membutuhkan infrastruktur untuk menyalurkan serta menjadi biaya tinggi, akibatnya tidak efisien.

    Mantan Anggota DPR RI 3 Periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini menegaskan kepada Perusda Bali tidak boleh membangun (Terminal LNG) di areal hutan mangrove dan konsepnya bukan terminal LNG Mandiri, tapi dibangun dengan konsep kawasan terintegrasi serta berkaitan dengan desa yang ada di kawasan itu, yaitu Desa Sidakarya, Sesetan, Serangan, dan Desa Intaran, ‘plus’ Pedungan, Kota Denpasar. ”Skema yang dijalankan harus memberikan manfaat ekonomi di desa tersebut, bukan malah mematikan ekonominya. Kalau mematikan ekonomi yang sudah eksis itu salah dan saya tidak mengijinkan. Saya minta buat konsep ulang secara terintegrasi dan tidak boleh menganggu areal mangrove, terumbu karangnya juga tidak diganggu. Tapi kita arahkan agar kawasan ini berkembang menjadi kawasan pariwisata terintegrasi dengan perekonomian dan potensi kelautannya,” ucapnya.