FORUM Keadilan Bali – Suara-suara penolakan terhadap rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove makin meluas. Kini empat kelompok nelayan di Desa Intaran Sanur, Denpasar, Bali menyuarakan perlawanan dengan mendirikan baliho berukuran 2,5 x 3 meter di sepanjang pesisir Intaran. Kelompok nelayan tersebut ialah Segara Agung, Watu Kerep, Astining segara dan Kelompok Nelayan Tapang Kembar.
Koordinator pemasangan baliho, I Wayan Sujana menjelaskan penolakan terhadap pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove sebagai bentuk respons para nelayan terhadap pembangunan di kawasan mangrove.
“Kami yang selama ini di laut sangat tau betul bagaimana imbas dari pembangunan sebelumnya yang telah membuat laut rusak. Aktivitas dredging atau pengerukan yang akan dilakukan untuk membuat alur laut Terminal LNG di kawasan mangrove pasti akan menyebabkan kerusakan pada laut. Jika laut rusak, maka kami akan kesulitan mencari ikan sebab ikan-ikan akan menjauh,” jelasnya.
Sebagian besar masyarakat Intaran terlebih kelompok nelayan menggantungkan hidupnya di pesisir. Dredging atau pengerukan terlebih dengan kapasitas 3 juta 300 meter kibik pasti sangat membawa dampak yang sangat luar bisa terhadap perairan kami.
“Bagaimana nasib kami yang selama ini memggantungkan hidup di pesisir apabila proyek tersebut dipaksakan?” tanya sujana.
Menurut riset Kekal Bali, Frontier Bali dan Walhi Bali dalam melakukan pengerukan 3 juta 300 meter kibik tersebut juga mengenai indikatif terumbu karang seluas 5 hektaran. Terancamnya terumbu karang pastinya akan berdapak terhadap keberlangsungan dan kualitas lingkungan ekosistem laut.
“Maka kami kelompok nelayan yang selama ini selalu beraktivitas di laut sudah barang tentu menolak proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove yang juga akan merusak laut,” imbuh Sujana.